Phedra menaruh tumpukan dokumennya. Meeting sore ini sangat menguras tenaganya. Perdebatan dan perseteruan layaknya ruang sidang. Phedra duduk menyilangkan kakinya, matanya berkeliling menelanjangi sudut meja kerjanya, perutnya keroncongan. Sepertinya ini karena meeting tadi.
"Leta, minta cemilan dong! Cacing diperut ngamuk nih." Katanya melongok sekat disebelahnya. Wanita bertubuh berisi sedang mengunyah biskuit susu. Dia menyodorkan toples berisi cookies coklat. Dimejanya masih banyak berbaris toples toples lainnya dengan berbagai macam isi.
Phedra menaikkan alisnya tanda terima kasih dan tersenyum.
Baru saja Phedra tenggelam dalam tulisannya membuat ringkasan rapat tadi, handphonenya berdering. Muncul nama Farand dan fotonya berdua dengan pria ganteng nan gagah itu.
"Halo?" katanya sambil masih mengunyah cookies.
Terdengar suara dengan nada rendah khas laki laki dari seberang sana, "Pulang jam berapa? Mau aku jemput gak? Kebetulan aku ada kedaerah sana."
Phedra mengiyakan lalu menutup teleponnya dan mulai berberes, melupakan kerjaannya tadi.
"Udah mau pulang?" Sapa Dimas, bosnya.
Phedra tersenyum, "Iya..." Katanya singkat sambil membetulkan letak tas dipundaknya.
"Dijemput Farand?" Tanya Dimas lebih lanjut yang hanya dijawab dengan anggukan. "Tadinya saya mau ajak pulang bareng, tapi keduluan. Yasudah, hati hati ya, Phed." Katanya lagi sambil berlalu.
Phedra bergidik. Dari awal Phedra masuk perusahaan ini memang Dimas yang menghandlenya. Phedra merasakan gelagat aneh dari Dimas. Perlahan tapi pasti Phedra mulai menjaga sikap terhadap bosnya itu. Dia tak mau ada affair satu kantor disamping itu dia sudah punya Farand, Laki laki yang sudah dia kencani selama dua tahun.
Malam itu dia duduk didepan Farand yang sedang mengunyah steak medium rare miliknya. Phedra duduk dengan anggun sambil meminum red winenya.
"Gimana kerjaan kamu, sayang?" Farand memulai pembicaraan.
Phedra tak langsung menjawab pertanyaan Farand, dia masih sibuk melihat sudut sudut tubuh Farand dengan seksama.
"Mulai agak sibuk sebentar lagi kan akhir tahun." Katanya kemudian setelah mendapati ada noda lipstik warna ungu di ujung kerah kemeja putih Farand.
Farand kembali meneruskan makannya dan pembicaraan mengalir seperti biasanya.
Wanita macam apa yang mengenakan lipstik ungu disiang hari? Rutuknya.
"Tadi kamu emang kemana, kok bisa lewat sini?" Phedra mencoba memancing pertanyaan.
"Oh aku ada meeting tadi sama client. Kebetulan selesainya jam pulang kerja ya kenapa gak sekalian aja kan kita ketemuan?" Farand mengelap mulutnya dengan rapi, "Lagian aku kangen sama kamu." Katanya sebelum menengguk winenya.
Phedra menaikkan alisnya sebelah, "Emang lagi ada proyek apa? Kok kayaknya akhir akhir ini sibuk banget?"
"Bukan proyek, cuma ya makan siang biasa aja sama client."
"Loh, katanya meeting?"
Farand agak kikuk sebentar, "Iya maksudnya ketemu biasa aja. Meet-ing"
Dont lie, baby. Kata Phedra kembali merutuk dalam hatinya.
***
Semenjak saat itu pekerjaan Phedra mulai menyita waktunya, dia jarang sekali bertemu dengan Farand tapi mereka tetap berusaha agar komunikasi tetap lancar.
"Halo?" Farand menelepon Phedra di tengah makan siangnya.
"Udah makan siang, Princess?"
"Udah, kamu udah belum?" Tanya Phedra.
"Belum nih, aku masih dijalan. Mau balik kekantor."
Phedra menghembuskan napasnya, "Sebentar ya, ada telepon masuk. Nanti aku telepon kamu." Katanya memutuskan telepon Farand.
"Ya?"
"Ada kabar nih, bos." Suara laki laki diseberang sana terlihat senang.
"Buruan deh gapake lama." Phedra rupanya sedang tak ingin bercanda.
"Ok, udah gue kirim bos detailnya lewat email. Tinggal bagian gue aja yang belom." Katanya.
"Ok. thanks." Phedra langsung menutup telepon dan mengutak atik komputer.
***
"Hello" Sapa Phedra pada seorang wanita yang baru saja keluar dari apartementnya. "Kelly?" Tanyanya menatap tajam wanita berlipstik ungu yang lebih pendek darinya.
Sepertinya wanita itu terlihat kebingungan, "Siapa ya?"
"Kenal Farand?" Tanya Phedra tak memedulikan pertanyaan sebelumnya.
Wanita itu mengangguk, "Pacarnya?" Tanya Phedra lagi dan disambut anggukan kedua kalinya oleh wanita itu.
"Anda siapa?"
"Kalau begitu kita sama, saya pacarnya Farand juga. Kenalin, Phedra." Phedra mengulurkan tangannya. "Gak mau kenalan?" Begitu tangannya dianggurkan oleh Kelly. "Oke deh, kalau gitu saya pulang aja. Bye, Kelly." Phedra tersenyum meninggalkan Kelly yang tampaknya kesal dengan ulahnya.
Malam itu Farand sudah berdiri didepan rumah Phedra, membawa seikat bunga mawar putih.
"Masuk..." Phedra mempersilakan Farand. Mungkin Kelly dan Farand sudah putus, seperti biasa setelah ketahuan kebohongannya Farand akan pergi menemui Phedra membawa seikat bunga mawar putih.
Sudah berkali kali Farand selingkuh dan berkali kali juga Phedra bersikap seperti tadi sore pada wanita wanita yang menjadi selingkuhannya, tapi sepertinya Farand tidak kapok kapok.
Seperti berkali kali kejadian itu terjadi dan disinilah mereka berdua duduk berpelukan menonton acara tv tanpa berbicara satu sama lain seperti tidak ada kejadian apa apa.
Baru seminggu berlalu, dan sekarang Phedra harus melihat pemandangan tak enak di sorenya menikmati kopi di coffee shop. Dari jauh dia melihat Farand sedang menggandeng wanita putih berambut lurus . Dia menyuruput kopinya bersama pahitnya kenyataan yang baru saja dia lihat.
I'm tired, Honey. Rutuk Phedra dalam hati.
***
"Phedraaaa...." teriakan tujuh oktaf dari mamanya membangunkan Phedra. "Phedraaaaa! Bangun heh. Anak gadis kok bangunnya siang. Ayo, nak, bangun. Anterin mama kondangan ke anaknya temen mama." Mamanya merocos tanpa peduli anaknya yang sibuk mencari bantal untuk menyumbat telinga.
"Bangun!" Hentak mamanya sekali lagi membuat Phedra duduk ditempat tidur dengan sempurna.
"Iyaaaaa"
"Nak, kamu nikahnya kapan? Masa mama kondangan melulu, kapan mama yang jadi tuan rumahnya?"
Phedra berusaha menyadarkan dirinya tapi perkataan mamanya terlalu berat dan menambah beban dipelupuk matanya.
"Kamu yang mau ngomong sama Farand apa mama nih yang ngomong? Sampe kapan kamu berdua mau pacaran melulu?" Ancam mamanya.
Perkataan mamanya membawa dampak sangat dahsyat diotaknya, sekarang Phedra terjebak dalam dilema. Kerjaannya menjadi berantakan, hubungannya dengan Farand pun semakin merenggang. Dia meyakini seharusnya memang ini yang dia mau dan tunggu tunggu. Dia kembali merenungkan perjuangannya menghadapi wanita wanita cantik dan kepahitan yang harus dia telan sendiri. Sudah berapa banyak air mata yang harusnya keluar tapi hanya tertahan dipelupuk mata dan berlalu?
"Kenapa sih kamu kok cemberut gitu?" Farand mengelus elus rambut Phedra sambil menyetir, Setelah dua minggu tidak bertemu, akhirnya Farand menjemput Phedra sepulangnya dari kerja.
Phedra menghela napas, "Mama bilang dia pengen aku nikah." Farand menengok Phedra.
Tiba tiba dia meminggirkan mobilnya, "Serius kamu?"
Phedra mengerutkan dahinya, "Apa apaan sih kamu? Kenapa berenti?!"
"Kamu serius??" Farand menggenggam tangannya dengan matanya yang berbinar binar.
"Iya! Ih buruan jalanin mobilnya, Nanti kita ditilang."
Farand sepertinya mulai sadar dan menyetir kembali mobilnya.
"Ehem..." Farand pura pura batuk untuk mengusir sepi dimobilnya, "Kamu gak mau nikah sama aku, sayang?" Tanyanya. Dirasa ada perasaan sedih dalam pertanyaannya. Phedra sendiri tak tahu apa yang dimaunya.
Sementara pertanyaan itu menggantung begitu saja kini Phedra disibukkan dengan kerjaannya yang semakin hari semakin menggunung.
Setelah kejadian dimobil tempo hari, Farand berubah 360 derajat menjadi lebih baik. Setiap hari dia berusaha untuk menyempatkan waktunya menjemput Phedra dan sering kali mereka makan malam bersama. Entah itu diluar atau dirumah memasak bersama. Phedra juga sudah tidak pernah lagi memergoki Farand selingkuh.
"Gimana sayang, enak makanannya?" Kata lelaki tampan depannya. Setelan jas warna biru pas badan membuatnya luar biasa. Phedra tersenyum sambil mengangguk.
Makan malam mereka diselingi tawa dan canda seperti biasa walaupun musik romantis melantun sayup sayup.
"Sabtu malam aku jemput kamu, ya. Aku mau ajak kamu kesuatu tempat buat makan malam. Aku jamin kamu pasti suka."
"Dimana?" Tanya Phedra.
"Rahasia dong." Jawab Farand, "Pokoknya kamu harus dandan secantik mungkin ya, karena itu bakalan jadi malam special kita." Katanya lagi. "Sementara itu aku harus keluar kota. Ada proyek di Semarang yang harus aku handle."
"Berangkatnya kapan?"
"Nanti habis antar kamu pulang" Farand tersenyum dengan manisnya. Oh God, Phedra tak kuasa ingin mencium bibir sexy milik pria nomor satunya itu.
***
"Gimana?" Tanya Phedra pada orang diseberang telepon sana.
"Negatif, bos. Kerjaan ini, bukan kayak biasanya."
Phedra menyilangkan kakinya, "Serius lo?"
"Iya, gue mana pernah salah sih. Gue udah kirim data lengkap tuh ke email."
Phedra mengecek emailnya, "Masih ada besok. Kalo ada yang gak beres langsung report ke gue. Oke?"
***
Phedra mengenakan gaun htiam bertabur swarovski terlihat anggun berjalan menapaki jalan menuju table set yang sudah didesign sedemikian rupa di pinggir danau ini.
Farand dengan gagah mendampingi Phedra, menarikkan kursi untuk Phedra.
"You make this look perfect, thank you."
"You are welcome, Baby." Farand tersenyum.
Phedra mulai memancarkan aura gelisahnya, Matanya mulai terlihat tidak fokus. Farand juga mulai nervous kakinya kadang bergoyang.
"Aduh maaf, Baby. Kayaknya aku harus ketoilet dulu deh." Permisi Farand tampak gugup. Phedra mengangguk sambil tersenyum.
Dikamar mandi, Farand memukul dinding, menyesali kebodohannya. Padahal dia hanya tinggal memberikan cincin yang sudah dia persiapkan.
"Phedra sayang, ini buat kamu. Would you marry me?" Katanya pada cermin sambil membuka kotak cincin nan indah itu.
"Bego! Bego!" Katanya lagi, kini sambil menunduk berpegangan pada wastafel.
Sekali lagi Farand menghela napas panjang dan memandang dirinya dicermin. "Ayo Farand, kamu pasti bisa." Seolah dia menyemangati dirinya sendiri.
Farand kembali ke meja, kini nervousnya sudah agak menghilang. Tapi setelah sampai meja yang tadi, bukan saya nervousnya yang menghilang, Phedra juga menghilang.
Farand mendekati meja, mencoba meyakinkan kalau Phedra hanya pergi ketoilet dan akan kembali lagi. Tapi dimeja itu tergeletak bunga dahlia dengan kertas bertuliskan 'Maaf'
Farand terduduk lemah dikursinya, menggigit jarinya dengan kencang. Air mata mengalir dari matanya dengan deras didanau yang tenang ini.
0 Komentar