"Apaan sih?!" Akhirnya gue menjawab rengekan Mario, pria yang sudah akil baliq dengan tubuh tinggi kurus dan wajah yang manly tapi punya kepribadian gak beda jauh sama anak umur 4 tahun.
Dia menyembul dari balik sofa, "Anuva udah punya pacar belom sih?" Pertanyaannya yang konyol ngebuat darah gue dengan deras ngalir ke ubun ubun.
"Tanya aja ama orangnya sendiri!"
"Auuuntttyyyyy....." Rengekannya gak gue denger lagi dan seiring dengan pintu kamar yang tertutup rengekannya pun tak terdengar lagi.
Sejak kapan kesunyian rumah ini mulai berubah? Sejak kapan Bonita bisa tidur dipangkuan orang lain selain gue? Sejak kapan gue mulai sering sakit kepala karena urusan selain dari masalah kantor? Padahal sebulan yang lalu hidup gue masih tenang tenang aja.
***
"Loh Anuva, kamu belum pulang?"
Gadis itu masih berdiri menyender di dinding loby kantor. Dia merapikan rambut cepolnya yang sebenarnya masih rapi terbungkus hair net.
Dia menggeleng menjawab Lara yang tadi, "Aku tadi ke swalayan tadinya mau bikin sukiyaki tapi kayaknya kalau sendirian kebanyakan, mau makan sama aku?"
Beberapa hari ini ada saja alasan Anuva ngajak gue makan malam bareng. Agak aneh karena she aint persistent type.
"Ok, di tempat kamu aja, ya?" Jawab gue sambil menyilakan dia masuk ke mobil.
Kamar kost yang gak jauh dari kantor ini masih sama,bernuansa pastel dan hangat. Tatanannya pun masih sama. Lara duduk di tempat tidur, melepaskan semua lelahnya sedangkan Anuva bersiap menyiapkan makanan untuk mereka. Kompor kecil diletakkan di meja kecil, saus dan perlengkapan lainnya menyusul. Lara hanya memandang dari atas tempat tidur.
"Anuva, kamu kenapa gak ajak Mario juga?" Pertanyaan itu keluar spontan dari mulut gue. Gak ada maksud untuk ngebuat Anuva gak nyaman. Tapi Anuva diam.
"Ayo kita makan," Kata Anuva dengan senyum.
Ah, dia buka hair netnya, dia gerai rambutnya perlahan. So beautiful.
"Jangan pernah gerai rambut kamu depan siapapun."
Sial, rasa ini gak bisa lagi gue bendung, Tubuh Anuva yang sudah tiga tahun gak gue sentuh, sekarang gue peluk lagi. Erat. Tangan ini ternyata masih hapal dengan liuk tubuhnya, dasar tangan mesum! Gue memaki tangan gue sendiri. Oh enggak, gue memaki semua yang ada di tubuh gue. Tangan yang kurang ajar, mulut yang bodoh, otak yang gak tau diuntung dan hati yang berengsek.
"I really really love you, Lara. Please come back." Anuva menangis. badannya limbung tapi tertahan dengan pelukan Lara. "I cant... alone... Lonely...." Suara lirih yang berat bercampur isak tangis semakin menyayat telinga Lara yang kini hanya terdiam memeluk Anuva.
***
Dua minggu telah berlalu sejak kejadian itu, semua kembali seperti biasa. Lara dengan semua kerisuhannya membuat semua karyawan jengkel padanya dan Anuva sang gadis kecil capable yang dengan senyum melayani Lara.
"Makasih ya, Aunty, Tugas aku uda selesai." Mario duduk diseberang sana dengan muka yang datar. Gue ngerasa kalau sikapnya berubah, dia seakan ngejauhin gue tanpa tau sebabnya.
"My pleasure."
Mario bangkit dan menunduk membisiki sesuatu ke telinga Lara, "Can i hit you once, Aunty?"
"Boleh, tapi sebelum itu let me know apa alasannya."
"Kenapa Aunty tega nyiksa Anuva? Disaat aku suka dan usaha mati matian buat dapet perhatiannya, tapi Aunty malah sia-sia-in itu semua."
Hah? Jadi keponakan gue selama ini tau?
SHIT, Tante macem apa gue? "Hahahaha...im sorry Mario, tapi Aunty gak ngerti yang kamu omongin." Lagi.Berlagak innocent buat ngehindar dari ini semua.
"Mario beraniin diri buat ngungkapin perasaan ke Anuva tapi dia tolak. Walau Mario tau dia cuma gerai rambutnya kalau didepan Aunty, tapi Mario tetep ngungkapin perasaan. Pathetic, am i?"
Okay, gue diam. Not a single word came from my mouth.
"Tapi sorry Aunty, Mario udah liat gimana Anuva dengan rambut tergerai." Mario membuka pintu mau meninggalkan ruangan.
"Mario...."
"Kalau kamu liat rambut Anuva tergerai bukan karena dia kecolongan, tapi Anuva sendiri yang biarin kamu liat dia.Kami cuma pernah bersama."
Langkah Mario terhenti mendengar ucapan Lara dan tersenyum diakhir kalimat lalu melanjutkan langkahnya keluar dari ruangan itu, memandang sebentar meja Anuva yang kosong.
"Oy guys, pergi dulu ya." Ucap Mario ditengah tengah ruangan. Yang lain mengucapkan selamat tinggal dan mendoakan agar dia sukses.
Sebuah tangan menjulur menyelamati Mario, "Semoga bisa cepat lulus." Mario memandang wanita dengan rambut yang indah tergerai ditengah ruangan yang banyak orang.
"Trims, Anuva..."
-End-
0 Komentar