Sang Nyonya (6)



Lolita dengan sepenuh tenaga mengejar Vicky yang sudah melaju kencang mengejar Ben dan Dito.
Di persimpangan jalan Vicky semakin menarik gasnya tak peduli dengan bahaya yang bisa saja menyelakai dirinya. Dia berhasil memblokir jalan mobil Ben dan buru buru melepas helm lalu melempar kekaca depan mobil, membuat Dito yang daritadi tidur jadi terbangun kaget.
"Buka!!!!" Teriak Vicky.
Ben membuka pintu mobilnya, berlagak innocent, "Kenapa ini? Kurang ajar! Saya adukan polisi kamu!"
Vicky tak peduli dengan ocehan Ben, lalu membuka pintu supaya Dito bisa keluar. "Anda yang saya adukan polisi berusaha menculik Dito" Katanya sambil menunjuk nunjuk muka Ben. Dito yang tak tau apa apa langsung menangis kencang, Vicky menggendongnya ke motor.
"Sini Dito sama aku aja!" Teriak Lolita yang baru datang, dia berjalan cepat. Sudah banyak orang menonton adegan drama mereka ditengah jalan. "Sekali lagi kamu bodoh, aku tuntut kamu!" Kata Lolita sambil menggendong Dito yang masih menangis.
"Dia anak aku! Aku papanya, kamu kalau sekarang sudah punya mainan baru mending kamu urusin mainan baru kamu aja dulu. Jangan biarin Dito ngeliat kalian berdua!" Ben berusaha menahan Lolita.
Lolita tersenyum sinis, "Sejak kapan kamu peduli sama Dito?"
"Aku peduli! Dia anak aku!" Ben menggenggam keras lengan Lolita.
"Dia... anak aku! Bukan anak kamu!" Lolita menarik tangannya. "Jangan sekali kali ngaku kalau kamu peduli, karena aku tau dari awal kamu cemburu sama Dito. Kali ini jangan berani beraninya gunain Dito buat akal bulus kamu. Shame on you! I hate you til the moon and back." Ben terdiam melihat Lolita meninggalkannya. "I love you, Lol... I love you.." Katanya.
"Fuck you!" Ujar Lolita kasar melepaskan semua amarahnya.

Lalu mereka bubar. Tangan Lolita masih gemetar. Menyadari bahwa bisa saja Dito tak kembali lagi ke pelukannya.
"Ini nyonya, teh madunya. Diminum dulu" Lolita meminum tehnya. Dito sudah lebih tenang, semuanya terima kasih pada Vicky.

***

Malam itu Lolita mengurung diri diruangan kerjanya,
"Permisi..." Sepertinya suara Vicky dari luar. Lolita membukakan pintu agar Vicky bisa masuk. Tapi dengan tiba tiba ketika pintu dibuka, Vicky langsung memeluk Lolita. Dengan erat. "Maafin saya, maafin saya karena gabisa ngejaga Dito dengan baik." Vicky tenggelam dibahu indah Lolita.
"Its okay, itu juga jadi kesalahan saya sebagai orang tua." Lolita berkata dingin. "Bisa kamu... lepasin saya?" ujarnya lagi setelah beberapa lama Vicky tak kunjung melepaskan pelukannya juga.

Vicky menggeleng, "Please, stay still." Katanya
"Nanti diliat yang lain gak enak." Vicky tanpa menghiraukan ucapan Lolita, menutup pintu dengan tangannya tanpa sedikitpun mengendurkan pelukannya.
"Kejadian tadi siang ngebuat saya sadar kalo saya takut kehilangan kamu dan Dito, maafin sikap saya di Anyer. Saya sekarang benar benar sadar."
Lolita dengan agak kasar melepas pelukannya Vicky, "Ini kayaknya bukan waktu yang tepat deh buat ngomongin perasaan. Mungkin ini juga tercampur antara perasaan bersalah kamu atas kejadian hari ini. Saya gak se-menyedihkan itu bisa seneng dengar ucapan kamu tadi. Mungkin sikap kamu di Anyer lebih jujur dari kata kata kamu yang sekarang."
Vicky menarik tangan Lolita, "Kenapa kamu ragu?"
Lotita tidak menjawab, biar Vicky menebak nebak sendiri apa yang jadi alasannya ragu.

Malam itu pertama kalinya mereka bersatu dalam gelap diruang yang megah dan dingin. Sekali lagi Lolita merasakan tubuh yang panas, diatasnya. Suara suara kecil terdengar begitu nakal. Sudah berapa lama? Seakan Lolita lupa dan merasakannya bagai pertama kali. Pelukan, ciuman dan semuanya, tertumpah bersama kesendirian, kesepian, perasaan bersalah dan keangkuhan.
"I love you, Lolita..." Hanya kata kata itu terulang lagi dan lagi dari mulut Vicky sepanjang malam, tak sekalipun terbalas.

Pagi datang, ruangan ini mulai hangat karena sinar matahari yang mengintip. Vicky masih malas membuka matanya, tangannya bergeser mencari sesuatu disamping tubuhnya.
"Lolita?" Katanya seiring membuka mata dan berusaha menyadarkan diri. Dia sendirian dikamar yang besar itu, Lolita tidak tidur disampingnya. Buru buru Vicky memakai kaosnya yang bertebaran dibawah tempat tidur, berlari kecil dan membuka pintu kamar untuk mencari Lolita,
"Ya ampun, saya kira siapa..." Vicky kaget ketika Mbok Susi berdiri didepan pintu kamar.
"Ini titipan dari Nyonya..." Katanya sambil menyerahkan sebuah amplop coklat dan amplop.

Dear Vicky,
Saya serahkan gaji terakhir kamu dan uang tunjangan.
Mulai besok kamu gak perlu datang lagi kerumah untuk ngurus Dito.
Terima kasih untuk waktu kamu selama ini.
Lolita.

"Mbok, Nyonya kemana?"
Mbok Susi hanya mengangkat bahunya, "Sama Dito juga" Ucapan Mbok Susi langsung menghentikan langkah Vicky.
Vicky kemudian menyadari beginilah akhirnya, beginilah balasannya dari Lolita. Dia tertawa. Pedih.

***

"Welcome to the world, Boy..." Rio menepuk dengan keras bahu Vicky yang sedang menenggak bir. "Kenyataan emang pahit, ahahahaha"
Vicky tersenyum sinis, menahan pahitnya rasa yang dirasakannya sejak seminggu kemarin.
Sebenarnya dia menyesali sikapnya, dia menyesali kelambatannya, dia menyesali waktu yang tak bisa kembali.
"I love you, Nyonyaaaa!" Katanya sambil menendang kaleng bir.


-End-
Previous
Next Post »
0 Komentar