Rumah ini terasa sepi tak ada tertawa renyah dari Lolita yang hanya bisa terdengar saat dia bersama Dito. Anak mungil berwajah tampan ini pun akhir akhir ini terlihat murung, dia masih bisa tertawa tapi tidak lepas sepert biasanya. Vicky menyadari semua ini karena kebodohannya. Kebodohan dan kelambatan dia dalam berpikir dan mengambil tindakan.
Sejak saat kejadian itu, Vicky tidak bisa tidur nyenyak. Dia terbayang lagi pelukan yang belum terbalas. Pelukan yang seharusnya dia tahu itu sepenuh hati. Tapi karena keangkuhan hatinya yang membangkitkan perasaan sadar akan kedudukan dan kasta, semua itu menjadi penyesalan.
Seorang pria tampan gagah dan berkharisma datang memasuki rumah, disambut oleh mbok Susi yang tergopoh gopoh mengikuti langkah pria itu yang besar besar.
"Den Vicky, Den Dito mana, ya?" Tanya Mbok Susi.
"Lagi dikamar, Mbok. Baru aja tidur, kenapa ya?" Vicky mengernyitkan dahinya sambil menelusuri pria tadi yang sedang berdiri dari atas sampai bawah. Sepertinya pria ini berdarah campuran. Garis muka yang tegas, dan postur tubuh yang proposional menjadi buktinya.
"Ini, papanya Den Dito mau ketemu."
Pria itu melangkah menghampiri Vicky, "Oh jadi ini Vicky, saya Ben." Ujarnya dengan mata tajam.
"Selamat datang, Tuan Ben." sapa Vicky sopan.
"Vick, bisa kamu bantu saya beresin barang barangnya Dito?" Vicky tidak langsung bertanya, tapi Ben tau banyak pertanyaan tersimpan diotak Vicky. "Besok Dito kan harus ambil rapor, jadi nanti saya yang ambil. Lolita sedang sibuk. Saya masih tercatat sebagai ayahnya Dito." Ben menjelaskan dengan banyak nada penekanan.
"Iya Tuan, maaf. Sebentar saya bereskan." Vicky menunduk sambil bergegas membereskan barang barang Dito.
Entah kenapa suasana jadi tidak enak. Aura Ben terlalu kuat untuk Vicky. Membuat Vicky bagai kecoa dikandang singa.
"Tolong bawa baju hangat juga." Ben memasuki kamar Dito, lalu menghampiri Dito yang sedang tidur.
"Maaf tuan, jangan dibangunin Dito nya, dia baru aja tidur." Ben melihat kearah Vicky.
"Saya bopong dia, kamu cepet ya bawa semua kemobil." Ben yang bertubuh besar tidak kesusahan mengangkat Dito dari tempat tidur, sebuah ciuman mendarat di kening Dito. Sekilas ada perasaan lega dari Vicky, dia bersyukur karena kelihatannya Ben memang benar sayang pada Dito.
Setelah semuanya beres, Vicky melepas kepergian Ben dengan Dito lalu masuk kembali kerumah. Sepertinya dia akan berlibur untuk beberapa hari.
"Tumben tumbennya Tuan mau ajak pergi Dito." celetuk Mbok Susi sambil mengunci pintu.
"Mungkin karena Nyonya lama perginya, makanya kan tadi sambil ambil rapor terus mereka liburan. Siapa tau aja kan Mbok mereka ketemuan dimana gitu terus liburan sama sama" Ujar Vicky enteng.
Mbok mulai kembali bergelut didapur, kali ini membuat kopi untuk Vicky dan teh manis untuk dirinya, "Enggak mungkin, Den. Hujan tujuh hari tujuh malem kalo mereka ampe sama sama."
Vicky menaikan alisnya, "Kenapa emang Mbok?" Mbok Susi hanya mengangkat bahunya.
Derap langkah sepatu yang Vicky kenal berbunyi, Lolita pulang dari bussiness trip nya. No, dia makin cantik saja dengan setelah blouse dan pencil skirt selutut berwarna tourquise.
"Dito mana?"
Vicky dan Mbok Susi mengernyitkan dahi, "Kan dibawa sama tuan. Katanya nyonya yang suruh." Kata Mbok Susi menjelaskan.
"Saya gak ada hubungan sama Ben. Saya bahkan pulang cepat karena saya ingat kalau besok Dito ambil rapor." Vicky tanpa babibu lagi langsung berlari kedepan dan mengambil motornya.
"Vicky!!!!" teriak Lolita.
0 Komentar