Sorry (2)



"Claraaaa..." panggil papanya ketika dia mau menaiki tangga sepulangnya kerja.
Clara menengok, "Iya?"
"Hari sabtu luangkan waktu. Nak Aryo ngundang kamu makan malam. Dia katanya belum bertukar nomor handphone sama kamu. Nanti biar Pak Udin yang antar kamu." Clara mengambil minum dan meneguknya banyak banyak.
Kata orang kalau obat yang pahit harus didorong air banyak banyak biar pahitnya gak begitu terasa. "Iya, pah. Nanti sabtu Cla dateng. Yauda Cla mau kekamar dulu, ya, mau istirahat."

Clara menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur queen size miliknya.
"Ini aja gimana? Queen size." kata seseorang dalam ingatannya. Waktu itu mereka sedang membeli tempat tidur ditoko furniture. Clara hanya menemaninya.
"Gak kekecilan?" tanya Clara meragukan pilihannya.
Dia tersenyum, "definetely no. Queen size bed for my queen. So i can explore my imagination having you in my bed every day. Hahahaha"
"Pervert you" Dan akhirnya Clara ikut membeli springbed yang sama dengan ukuran yang sama, queen. Clara tersadar dari lamunannya. Harusnya dia bergegas untuk tidur melanjutkan sisa hari sampai hari sabtu datang.

Kerjaan yang menumpuk menyita banyak waktu Clara, dia kelelahan. Sangat kelelahan. Ingin rasanya Clara mengibarkan bendera putih, tapi melihat semangat kerja partner partnernya menyurutkan keinginannya itu. "Mbak Cla, ada acara ga weekend ini?" kata Dodi, salah satu partner kerjanya.
Clara senyum senyum mendengar pertanyaan dari pria yang 3 tahun lebih muda darinya, "kenapa emang? Mau ngajak ngedate?" tanyanya kembali, sengaja suaranya agak dikeraskan agar semua mendengar.
Muka Dodi memerah menahan malu, mungkin kakinya sudah ingin mengambil langkah seribu tapi dia memberanikan diri melancarkan serangan, "Yah kalo mbak Cla mau sih, dan kalo gak ada juga yang marah..."

"Cieeeee Dodiiiiiii...... Punch attack nih ye..." kontan meledaklah tawa seisi ruangan, meledek Dodi yang makin memerah.

"Aduh maaf say, aku ada janji dinner sama tu na ngan ku" Clara berdiri kemudian beranjak pergi sehabis mengelus rambutnya mencoba menghibur. Clara meninggalkan ruangan yang makin riuh walau dia sudah menjauh.

Memang tidak banyak yang tahu tentang pertunangannya dengan Aryo. Clara bukan orang yang gampang terbuka. Semua hal pribadi tersimpan dengan rapi didalam hatinya. Menurutnya, kalaupun dia menunjukan apa yang sedang terjadi pada dirinya belum tentu orang peduli. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk individual.

***

"You are so beautiful" ujar Aryo dengan senyum khasnya. Malam ini di restoran itali duduklah Aryo dan Clara untuk pertama kalinya dalam acara dinner date.
"Thank you."
"So, tell me all about you." Aryo memulai percakapan. Clara agak bingung mau menjelaskan dirinya dari mana. Lalu Aryo pun mengambil inisiatif untuk menjabarkan dirinya terlebih dahulu, "My name is Aryo Swarkovick, lahir di sidney 29 tahun yang lalu. My zodiac is Taurus and i love eating. Saya sudah pernah 7 kali pacaran tapi semuanya gagal" Aryo menghentikan sejenak bicaranya,
"iya, semuanya ninggalin saya. Sedih ya?." dan mereka berdua tertawa.
"Okay okay, sampai dimana tadi? Oh iya, dan sekarang saya cuma punya satu orang yaitu tunangan saya." Aryo mengakhiri perkenalan dirinya.

Clara bersiap mengenalkan dirinya. Tawanya yang tadi belum sepenuhnya hilang dari wajahnya tapi dia berusaha mengendalikan dirinya. "Ehem... My name is Clara Kuntara, lahir di Jakarta 27 tahun yang lalu. Zodiak saya Virgo, i'd like to listening good music."
"Pacaran?" tanya Aryo.
Clara tersipu, "baru 2 kali dan sekarang saya cuma punya satu orang yaitu tunangan saya." mereka berpandangan dengan bibir menutup membiarkan alunan music romantis menyelimuti mereka.

"Wine atau sampagne?" pelayan yang datang membuyarkan mereka.
"Ehm wine" ujar Aryo masih salah tingkah.
"Are you Russian?" tanya Clara
"Buyut saya dari papa. Cuma kebagian namanya aja kok. Hahaha" tawanya renyah. Suaranya yang rendah membuat nyaman Clara. Secara keseluruhan tidak ada yang perlu dibenci dari pria sempurna didepannya ini. Suaranya yang indah, postur tubuhnya yang sempurna dan matanya yang indah dan tajam.
"Sebenernya...." Aryo mulai membuka percakapan. "Aku ngundang makan malam ini sekalian mau pamitan."
Clara mengernyitkan dahinya, "kemana?"
"Aku ada bussiness trip ke Taiwan, dan mungkin akan butuh waktu lama, sekitar 4 bulan bahkan lebih. Tapi aku usahain untuk balik kesini lebih cepet dan bantu persiapin pernikahan kita.
Clara sebenarnya bahagia saat itu, keinginan Aryo untuk membantu persiapan pernikahan sudah lebih dari cukup. "Engga apa apa, itu kan kerjaan. Lagian kan ada ibu." ujar Clara menenangkan Aryo kalau dia baik baik saja, tenaga Aryo bisa digantikan oleh ibunya.
"Please i want to know all your contacts, phone mobile, skype, line, email." Aryo menggenggam tangan wanita didepannya itu. Clara tersenyum dan mulai mengotak atik handphonenya.

Malam itu mereka lalui dengan sempurna. Canda tawa yang selalu ada disela sela pembicaraan mereka untuk lebih kenal satu sama lain. Untuk kesekian kalinya Clara merasa jatuh cinta. Jatuh cinta dengan lakilaki tunangannya yang baru 2 minggu ia kenal. Sebenarnya pernikahan ini bukanlah pernikahan politik. Tidak ada tujuan bisnis dengan menyatukan Clara dan Aryo. Aryo mengantar Clara pulang dan Clara berjanji besok sore akan mengantar Aryo take off ke Taiwan.

"Gimana kencannya? Tanya papanya Clara yang sedang duduk diruang tamu ditemani mamanya yang senyam senyum sedari tadi.
"Lancar, pah."
"Lancar apanya lancar? Emang ada istilah macet? Sini duduk ceritain sama papa."
Clara duduk disofa ruang tamu yang megah itu, "Iya tadi ngobrol banyak sama Aryo, terus Aryo minta maaf sama aku karena dia harus ke Taiwan ngurus bisnisnya. Aku bilang gak apa apa. Lagian dia katanya ngusahain supaya bisa balik kesini lebih cepat dari jadwalnya." Clara bercerita panjang lebar.
Papanya mengangguk angguk.
"Gimana pilihan papa? Kamu mulai suka, kan?" Clara hanya tertunduk tersipu malu
Previous
Next Post »
0 Komentar