The Guardian



Kerjaan gue gak abis abis. Karena gue pendiam dan lebih banyak bekerja daripada cewek cewek kebanyakan dikantor ini yang bekerja-gosip-gosip-gosip-istirahat-bekerja.
"Mbak Genie, tolong di recheck ya. Aku mau pulang dulu." Ya, dan satu lagi kerjaan buat gue numpuk dimeja kerja yang harusnya sudah kinclong. Gue mencoba narik napas panjang ketika handphone dimeja bergetar, terpampang nama Bayu.
"Iya kenapa?"
"Apa kabar? Jadi kan kita ketemuan?" Suara ceria dari seberang sana menyapa, akhirnya gue janjiin lebih malem lagi biar gue jadi ketemu dia. Apa mau dikata, kerjaan gak ngizinin buat pulang tepat waktu dan gue paling gak suka nunda kerjaan di akhir minggu begini.

Dua jam sudah berlalu, tumpukan demi tumpukan akhirnya beres. Kantor sudah hampir sepi. Mungkin hanya tersisa beberapa orang yang dengan terpaksa harus lembur dihari jumat.
"Yap, yap, happy weekend Genie." Kata gue sambil merapihkan kembali make up yang udah mulai luntur. Kayaknya harus ke toilet dulu, sekalian kebelet pipis. Daripada berabe.

"Eh si Genie udah pulang?" Tampaknya beberapa orang cewe masuk ke toilet dan mulai bergunjing tentang gue. Okay, I can keep my cool sit in this fucking toilet. Kalo gak bisa sabar, jangan salahin if i flush 'em.
"Lo tau gak sih dia gajinya berapa? Gue denger denger dua digit lho..." Kata cewe satu. Buat gue yang selalu jadi kambing hitam kerjaan kalian kalian harusnya gaji gue 3 digit didepan, and i will smack that fucking money at they tits.
"Yaudah sih, suka suka orang. Lagian gue ngeri ah kalo berhadapan ama dia. Matanya dingin banget. Dia harusnya jadi cowok, kalo cowok cool coolnya kayak dia pasti seisi kantor ini bakalan jatuh cinta." Kata cewe dua. Biar gue cewe, gue bisa buat elo jadi lesbian. So tolong cepet keluar, gue udah pegel daritadi duduk di closet.
"Gila lo, malah berandai andai yang gak mungkin." Lalu mereka pun keluar dari toilet.


Jam segini mall lagi rame ramenya, salah banget gue pilih tempat janjian sama Bayu di mall. Oh God, kayaknya ini kaki udah sengklek dipake melangkah bersama high heels tercinta.
Dari kejauhan gue udah bisa liat Bayu dengan kepala cepaknya yang menjulang tinggi. He is really a perfect. Siapa sih cewek yang gak jatuh cinta sama Bayu kecuali gue? Senyuman ramahnya itu jadi senjata andalan dia.
"Hello..." Sapa gue kemudian kita cipika cipiki, Bulu kuduk gue berdiri tibatiba ketika gue liat seorang yang ganteng, berjambang tipis dengan pandangan mata yang tajam duduk disamping Bayu.
"Clair?" Itu mantan gue. My dearest exboyfie, actually...
Dia tersenyum lalu men-cipika-cipiki gue, "You beautiful as always." Bisiknya.
Okay pemirsa mendung tak selamanya hujan, akhirnya ada sunny side yang mampir. Entah mimpi apa gue semalem tibatiba sahabat gue dari kecil yang traveling ke Eropa sana tiba tiba balik lagi ngajak ketemuan dan dia bawa mantan gue yang level coolnya nambah seribu persen.

"Gila lo ya, Gen. Makin gorgeous aja. Berapa lama sih kita gak ketemu?" Bayu memulai percakapan.
"Dua tahun." Jawab gue singkat sambil curi curi pandang kesebelah.
"Cuma dua tahun dan elo udah segini amazingnya."
Gue gerah sama dua laki laki ini, kayaknya emang rokok yang bisa nenangin gue.
Clair ikut membakar rokoknya, No... gue pengen banget jadi rokoknya. Berada diantara bibir merah sexy itu.
"So, kenapa nih? Coba ceritain." Gue gak demen yang berbasa basi, gue tau banget udah ada maksud dibalik suasana aneh ini.
"Gue mau minta tolong lo" Clair pun menanggapi pertanyaan gue. Iya, cuma dia yang bisa menanggapi keseriusan gue dengan strike. Sifat dan watak gue yang sama ngebuat gue dan dia sebanding, tapi sayang bukan malah nyatuin kita, malah itu yang ngebuat kita gak bisa satu.

Sekali lagi gue hembuskan asap rokok, "Tolong apa?" Oh no, sikap angkuh gue udah mulai keluar. Bayu yang tadinya ceria mulai membungkam mulutnya. Kini dia hanya menonton Singa dan Harimau betina sedang berhadapan.
"Pura pura jadi cewek gue lagi. Temuin oma, minggu depan."
Semua kata kata Clair ngebuat gue mau ketawa. Ketawa sekenceng kencengnya. Dengan tampang dia harusnya dia cuma perlu cari cewe yang bener. Itu gak akan susah.
"Kasih satu alesan buat gue harus nolong lo."
"Kalo lo nolong gue, berarti lo nolong Bayu juga." Dari situ gue ngerti. Ah, menyedihkan sekali. Gue ngerasa ketinggalan sama mereka berdua.
"Okay..."

***

"Udah siap?" Tanya Bayu dari dalam mobil. Dia ngejemput gue yang baru keluar dari butik. Oh yeah of course gue harus cari baju terbaik yang bisa gue temuin kalau mau ketemu sama keluarganya Clair. Sang penerus dari pengusaha tersohor di Kanada sana.
Gaun pas badan diatas lutut kayaknya ngebuat gue susah bergerak disituasi yang udah ngebuat susah bernapas ini. Perjalanan kehotel tempat Omanya Clair serasa lama banget. Clair yang tampak sangat ganteng sekali duduk di samping membisu daritadi. Sedangkan Bayu menyetir mobilnya dengan cepat.
Gue masih berharap kalau ini kenyataan. Iya ini emang kenyataan, i mean i comeback with this fucking boy.

Pintu mobil dibuka, dengan gentle Clair membukakan pintunya buat gue. Syukurlah kayaknya dandanan gue gak malu maluin banget.
Sebisa mungkin gue jalan dengan angkuh disebelah Clair. I know what type grandma is.
"Welcome..." Kata perempuan tua yang masih tetap terlihat cantik. Rambut merahnya menambah cantik kulitnya yang putih. Lekuk tubuhnya masih kelihatan baik baik saja untuk dilihat.
Gue memancarkan senyum sedikit. Berharap makan malam ini berlalu dengan cepat.

Sepertinya gue cocok sama oma oma macem Oma Maria ini disaat mungkin wanita wanita lain terintimidasi olehnya. Sikapnya yang anggun dan angkuh, senyumnya yang tak terlalu lebar, matanya yang selalu waspada sekeliling, kata katanya yang tajam. Akhirnya gue tau darimana Clair dapet semua itu.

Akhirnya peran yang melelahkan itu berakhir juga. Clair dan Bayu mengantar gue ke apartement dengan selamat.
"Thank you very much, udah bantuin. Gue gatau bales lo pake apa."
Bayu menengok, "Iya, Gen. Gue bener bener gak tau bales lo gimana caranya."
Ah, basa basi yang bener bener basi. Gue cuma senyum. Pergi meninggalkan dua cowok perfect itu kembali kekamar.

Malam belum berakhir, mata gue juga belum bisa terpejam. Apartement studio yang sepi ini nambah keisengan gue.
"Wine.. Wine.." Gue rasa ini cukup buat menghangatkan malam yang dingin. Sambil berjalan kebalkon menenteng gelas wine, gue ambil telepon.
"Halo Bayu?" Akhirnya gue gak tahan juga buat nelepon sahabat gue tercinta ini.
"Iya, hey?" Suara bahagia dari seberang sudah mulai terdengar seperti biasa. Suaranya yang renyah ini yang gak bisa gue lupa dari dia.
"Coba liat ditas lo yang dibelakang jok depan" Lalu mereka berdua gerusukan.
"Ah gila, Apaan nih girl?" Tanya Bayu histeris.
"Gue gabisa dateng ke acara pernikahan lo berdua, jadi itu anggep aja kado. Ambassade Amsterdam biar jadi saksi honeymoon lo bedua. Ahahaha..." Kata gue antara sedih dan seneng.
Bayu mulai menangis, "Jangan nangis! Dasar cengeng! Pokoknya kalo sempet dateng lagi ke Indo ya, siapa tau giliran gue yang butuh bantuan."
"Halo, Genie?"' Kini suaranya Clair,
"Iya?"
"Im sorry..." Katanya.
Gue nengguk wine yang tadi, "Loh kenapa jadi malah minta maaf?"
"Semua yang udah lo lakuin."
"Ssst.... its okay. I hope ya all happy ever after, okay?" Clair mengiyakan. Bayu berteriak i love you dari belakang.
"Okay, good nite, boys. Safe trip for ya all." Kata gue mengakhiri telepon.

Gue bakalan jadi penjaga buat kalian berdua. Biar hubungan ini awalnya susah gue terima sama logika tapi gue ngerti kok.
Gue bakalan jadi penjaga buat kalian berdua, kapanpun kalian minta. Gue akan coba sebisa mungkin ngelindungin hubungan kalian yang mungkin gak akan mudah buat diterima banyak orang. Love you too, My boys.
Previous
Next Post »
0 Komentar