Glo duduk di pinggir meja kerja Nicole. Didepan komputer terlihat Nicole yang sedang serius mengerjakan kerjaan yang menumpuk.
Hhhhh.... Nicole menghempaskan kepalanya ke meja, ingin membenamkan kepalanya lebih dalam lagi.
"Mau kopi?" Tawar Glo, sahabat baik Nicole dari kecil. Nicole mengangguk masih dengan posisi kepala terbenam. Sepertinya kerjaannya hari ini tak akan selesai sampai jam 7 malam ini. Itu tandanya dia harus rela lembur.
Maria masuk ruangan setengah berlari dengan sepatu high heelsnya, "Ya ampun, Glo tuh cool banget sih. She got my nerve." Maria tampak sumringah dan heboh. Nicole hanya terdiam mematung diposisinya yang tadi. Of course Glo bukan lesbian. Yah, walaupun tampilannya boyish dengan gaya yang cool. Pembawaannya memang sudah begitu semenjak Nicole mengenalnya. Jadi Nicole sudah tak heran lagi dengan perempuan yang akan histeris melihat Glo.
Glo masuk dengan membawa dua cangkir kopi, "Eh Maria ada disini. Sorry enggak tau, Maria mau kopi juga?" Katanya sambil menaruh kopi yang harum diatas meja. Maria menggeleng pelan tapi terlihat heboh karena menyembunyikan histerisnya.
Mereka kembali ke kegiatannya masing masing, Glo bersandar diujung meja menikmati kopinya, Maria mengecek kerjaan Nicole walaupun sambil curi curi pandang dan Nicole kembali membuat jarinya menari diatas keyboard komputer.
"Ah, habis ini gimana kalo kita makan malam sama sama? Pada suka sushi engga? Ada kedai sushi baru, perlu dicoba kata anak anak." Tiba tiba Maria memecah kesunyian diantara mereka.
Nicole mengangkat tangannya, "I'll pass" kerjaannya masih menumpuk dan tidak ada waktu untuk memikirkan perut.
Glo menghampiri Maria, mengambil dokumen yang sedang dipegangnya, "Okay kalo gitu gue sama Maria mau makan malem dulu. Nanti kita kesini lagi, ya?" Nicole memberikan jempolnya, seiring Glo pergi merangkul Maria yang mukanya merah matang.
Selagi Nicole tenggelam dalam lautan pekerjaan, handphonenya berbunyi, dikira dari Glo ternyata bukan. "Iya, James?" Angkatnya malas malasan. "Aku engga bisa nemeniin kamu, James. Aku masih banyak kerjaan. Lain kali ya, sayang?" Lagi, Nicole harus membatalkan dinner bersama pacarnya. Entah ini sudah keberapa kali dia mengingkari janjinya kepada James. Jika sekarang dia menerima amarah dari James itu hal yang wajar.
"Please James, aku lagi banyak kerjaan. Deadlinenya dua hari lagi dan aku belum ada lima puluh persennya. Tolong kamu ngertiin aku. Halo? Halo? Halo?!" Telepon diputus sepihak. Nicole membanting handphonenya ke sofa didepan meja kerjanya.
"Weits, ada apa nih? Maen lempar lempar aja." Ujar Glo yang kaget ketika memasuki ruangan. Sepertinya Glo paham situasinya. Dari dulu memang begini. Terlalu sibuk dengan kerjaan, itulah yang menyebabkan Nicole selalu gagal dalam percintaan. Banyak lakilaki datang menghampirinya, Nicole juga bukan perempuann yang terlalu pemilih, tapi laki laki itu akan pergi cepat atau lambat. Tidak tahan dengan Nicole yang prioritas nomor satunya adalah kerjaan.
"James?" Tanya Glo sambil mengelus elus kepala sahabatnya itu. Nicole tidak menjawab.
"Em, gue pulang dulu ya?" Ujar Maria menyadari suasana yang kurang enak.
Setelah Maria pulang, Glo membuka suara, "Maria baik juga ya. Gemesin lagi."
Nicole tidak membuang pandangannya dari monitor komputer, "Suka?"
Glo menyentuh dagu Nicole yang panjang, lalu mendekatkan bibirnya, mencium Nicole dengan lembut. "Would you mind to comforted by me?"
Nicole tersenyum.
***
Glo turun dari mobilnya, menuju ke kedai kopi disebuah mall. "Glo!"
"Oy, James!" Sahutnya sambil memicingkan mata ditengah terik matahari.
"Nicole mana?" Tanya pria bertubuh tegap dan berparas tampan campuran Jerman-Sunda. Glo hanya mengangkat bahunya sambil terus berjalan. Matahari siang ini benar benar jahanam. Perih terasa menembus lapisan kulit ari.
"Nicole's strong girl." Glo membuka pembicaraan setelah mereka memesan ice cappucinno dan duduk di no smoking area. James tampak tau kemana arah pembicaraan Glo. Dia tak menjawab sepatah katapun. Glo mulai menajamkan matanya, menatap sesosok pria didepannya. "She doesnt need a man." Lanjutnya.
"Gue sayang Nicole." Ujar James sebelum Glo berbicara lebih jauh. "She's the best. Wanita mandiri, cantik, anggun dan angkuh tapi gue tetep bisa ngerasain rasa sayangnya dia." James terus berbicara membuat Glo muak dan memalingkan muka ke lain arah. "Gue masih mau perbaikin hubungan ini, Glo"
Glo berdiri, memberesi barang bawaannya dan mengangkat gelas karton cappucinno nya. "Silakan kalau memang masih bisa." Glo tersenyum kemudian beranjak pergi meninggalkan James terbakar dalam semangat kosongnya.
Selalu begini. Glo sudah tidak bisa menghitung berapa kali kejadian serupa terulang. Nicole yang selalu gampang dapat pacar dan gampang juga putus membuat Glo terjaga tetap disamping Nicole. Ketika putus, Glo dengan sigap 'membuat nyaman' Nicole. Begitulah pertemanan mereka.
***
"Tadi aku ketemu James." Glo berbisik ditelinga Nicole. Kini wajahnya mulai menyapu ke tengkuk, membuat Nicole bergeser.
"Terus?" Tanya Nicole,
Glo mengikuti pergeseran Nicole, tetap menelusuri punggung Nicole yang putih halus sambil sesekali memberikan kecupan kecupan. "Dia bilang kamu the best."
Jawaban Glo membuat Nicole tertawa. "Iya, aku emang the best. Makanya, aku bisa jadi bestfriend kamu, Glo. If im not, aku gak akan bisa ada disamping kamu kayak gini." Glo seakan tidak mendengar kata kata Nicole, tenggelam dalam keseruannya sendiri.
Tiba tiba Glo teringat akan sesuatu. "Ups, udah jam berapa ini?" Glo mencari cari handphonenya, sudah jam 8 pagi. "Wah, aku lupa. Hehehe." Katanya sambil bangkit dari tempat tidur.
Dia berjalan menuju lemari dan mulai memakai satu persatu pakaiannya. "Aku janji mau anter Maria kuliah, sabtu ini. Dia ada jam pagi."
Nicole hanya memandanginya sambil tersenyum. Selesai berganti, Glo pamit mencium kening Nicole.
Sebelum dia menutup pintu kamar, Glo menyembul, "Yes you are the best." Katanya sambil cengar cengir.
"Maaf ya check outnya sendirian, aku pergi dulu"
Nicole melambaikan tangan pada Glo. Nicole kembali bergumul dengan selimutnya, dia baru tidur satu jam. Hari sabtu yang indah, agak mendung. Awan tipis menyelimuti Jakarta pagi itu.
Nicole berbaring sambil menyukuri hidupnya yang bahagia. Partner kerja yang capable, kerjaan yang sesuai dengan hobinya, penghasilan yang diatas rata rata, pria yang hadir menyiraminya dengan kasih sayang walau silih berganti dan terakhir sahabat terbaik yang selalu ada dihidupnya.
Perlahan tapi pasti, matanya yang sayu terpejam dan dia tidur dalam senyum.
0 Komentar