Laki laki itu makin mendekati Aryo, beberapa langkah Aryo mundur,
"Kenapa begini? Kenapa jadinya begini?!" kata laki laki itu sambil memegang kasar tangan Aryo. Pancaran ketakutan terlihat jelas dari ekspresi Aryo yang terpaku.
"Anda siapa, ya?" tanya Clara panik.
"Saya?" laki laki itu memandang Clara, "Kamu gak cerita?" kini ia berpaling lagi menghadap Aryo. Aryo masih mematung.
"Kalau anda tidak bisa baik baik, saya panggil security!" ancam Clara seadanya.
Aryo mencegah Clara. Tangannya yang gemetar kini mencengkram tangan Clara. "Maafin aku, Cla. Maaf sudah bohong..."
Clara tidak mengerti sama sekali, dia menunggu semua keluar dari mulut Aryo. "Ayo kita pergi!" Clara buru buru menarik tangan Aryo yang mau dibawa pergi laki laki asing aneh itu.
"Tolong...." hanya itu yang bisa keluar dari mulut Clara, kini air matanya sudah deras menuruni pipi. Kepanikan luar biasa merajai Clara. Kenapa dadanya sesakit ini? Kenapa harus dia merasakan sakit lagi? Dia muak dengan sakit yang dulu sering menyerang dadanya. Ada apa dengan laki laki ini? Ada apa dengan Aryo? Kenapa sekarang?
"Lepasin Aryo, biarin dia pergi sama saya. Dia tidak bisa mencintai perempuan. Walaupun secantik kamu. Saya mohon kamu bisa pahami kondisi Aryo." serasa disambar petir mendengar kata kata pahit dari laki laki yang tidak dikenalnya dan suaminya hanya diam menangis dipelukan lakilaki itu.
"Cla, maafin aku. Tapi aku...." akhirnya Aryo bersuara tapi hanya maaf maaf dan maaf. Clara sudah mulai mengerti jalan ceritanya, perlahan dia melepaskan tangan Aryo. Kembali laki laki itu menarik Aryo agar segera pergi dari sana.
"Sebentar, Ndra." tahan Aryo.
"Gak apa apa, Yo. Aku ngerti. Kamu bisa pergi. Tapi maaf aku gabisa bantu kamu lebih banyak lagi" suara Clara bergetar hebat.
"Maafin aku, Clara...."
Itu kata kata terakhir Aryo sebelum pergi meninggalkan Clara yang bersimbah air mata.
Sesak ini terjadi lagi, setelah orang yang dicintainya meminta maaf lalu pergi meninggalkan ia selamanya. Meninggalkan ia dalam pedih kesendirian.
Terngiang kembali kejadian dua tahun lalu, seorang yang sangat dicintainya terbujur lemah dengan berbagai selang yang membelit tubuhnya,
"Maafin aku, Queen..." itu kata kata terakhirnya sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Kenapa harus meminta maaf? Kenapa harus dia memberi maaf pada orang yang meninggalkan begitu banyak perih untuknya?
***
Lima tahun sudah berlalu dari malam pernikahan mereka yang indah. Clara dengan wajah berseri mengawasi seorang anak kecil bermain ditaman kota. Anak laki laki itu tampak gembira sekali main ayunan. "Jangan kenceng kenceng, Dimas..." teriak Clara dari kursi dibawah rerimbunan pohon.
"Anak kamu ganteng, ya" suaralaki laki dari belakang mengagetkan Clara.
Clara menoleh, "Aryo???"
"Apa kabar?" ujar Aryo sambil duduk disebelah Clara, pandangannya tak lepas dari anak lakilaki yang sedang asik bermain ayunan.
"Baik, kamu gimana?"
Aryo tersenyum tak menjawab pertanyaan Clara,
"Pasti dia mirip papanya, tapi senyumnya mirip kamu. Percis senyuman kamu yang buat semua orang lihat jadi ikut senyum juga. Siapa namanya?"
"Dimas"
"Namanya bagus." ujar Aryo.
"Mana itu siapa...?" tanya Clara
"Indra?" jawab Aryo "Aku gak tau. 2 bulan dari waktu itu aku pisah sama dia, mungkin dia gak terima lalu dia pergi gitu aja ninggalin aku."
Clara mengernyitkan dahinya, "aku kira kamu sampai sekarang masih sama dia. Abis dia kayaknya cinta mati sama kamu." Clara mencoba mencairkan suasana, tidak mau ada kesedihan yang lalu terbawa. "Bayangin aja kan, dia nekat nerobos kamar pengantin coba"
Clara dan Aryo tertawa bersama mengingat peristiwa itu dari sudut yang berbeda. "Dia mungkin iya, tapi aku yang jahat." Aryo tertunduk. "Aku gabisa tegas. Aku ngebiarin dia telan kata manis dari aku terus terusan sedangkan dibelakang itu aku ngerakit racun buat dia"
Clara menggerakkan tangannya, meraih rambut Aryo yang halus mencoba menenangkan pria dihadapannya.
"Waktu itu aku gabisa tegas, andai aja aku ngeberaniin diri ngomong ke Indra kalau aku udah cinta sama kamu dan mau serius sama kamu, mungkin gak gini kejadiannya."
"Iya, mungkin kalau begitu sekarang km udah berubah jadi batu. Batu nisan."kata kata Clara membuat Aryo tertawa.
"Bener juga kamu..." sahutnya masih sambil tertawa.
"Mamaaaaa...."
Dimas berlari menghampiri Clara, "Hup.... Jangan lari lari dong" Clara memeluk erat Dimas.
"Siapa.. Mah..." tanya Dimas malu malu menunjuk Aryo.
Clara tersenyum, "ajak kenalan dong om nya"
Dimas dengan sigap mengulurkan tangan, "Aku Dimas, om. Om siapa?"
Aryo menggigit bibirnya menahan air mata dan penyesalan, "Panggil aja Om Aryo." Aryo membalas uluran tangan kecil itu.
"Yaudah ya, Yo. Aku mau jemput papanya Dimas dulu. Nanti kesorean. Kapan kapan kita ketemu lagi deh" Clara pamit lalu membereskan barangbarangnya.
Dengan langkah ceria, Dimas dan Clara meninggalkan Aryo yang masih tertimbun dalam rasa penyesalannya.
"Mah, kita mau jemput papanya siapa? Dimas kan ga punya papa?" tanya Dimas sambil berjalan,
Clara tidak menjawab hanya mempererat genggaman tangannya.
-End-
0 Komentar