Beast, what and who?




"Oke anak anak, sampai jumpa minggu depan." Bu Sirait mengakhiri jam terakhir. Anak anak yang sudah mulai lesu kembali bergairah mendengar bel pulang.
Sementara teman sekelasnya sibuk bersiap dan menyusun rencana akhir minggu, Jyotika masih duduk tenang menyilangkan kaki di mejanya paling belakang. Matanya tertuju pada satu titik, seorang laki laki bertubuh tegap, bidang dan sedang sibuk menyiapkan dirinya pulang.
Jyotika memalingkan pandangannya kearah lain ketika Bhuvi, laki laki yang sejak tadi dia pandangi, berdiri dan melihat kearahnya. "Pulang dulu, ya Jyo.." katanya ramah sambil tersenyum.
Jyotika hanya mengangkat tangannya dan membalas senyum manis yang tadi.

Setelah Bhuvi pergi, barulah Jyotika bisa bernapas lega. Jantungnya belum sepenuhnya kembali berdetak dengan kecepatan yang normal.
Sudah setahun ini Jyotika memerhatikan Bhuvi lebih dari sekedar teman sekelas biasa. Harinya telah berakhir, itu berarti harus menunggu senin sampai dia bisa kembali melihat punggung Bhuvi yang sexy.

Jyotika berjalan lesu keluar sekolah.
"Lemes amat, sakit neng?" sapa seseorang yang duduk diatas motor sport kuning kinclong.
"Iya nih bang, butuh pizza kayaknya." Jyotika membalas bercanda ucapan pacarnya tadi.
Usha tersenyum simpul. "Udah lama?" Usha menggeleng.

Beginilah rutinitasnya tiap akhir minggu, menjemput Jyotika dan mengajaknya jalan jalan. Karena mereka tidak satu sekolah dan Usha harus tinggl diasrama yang notabene tidak bisa bebas keluar masuk jika bukan akhir minggu maka hanya sekaranglah waktu yang tepat untuk melepas rasa kangen mereka.

Sedetik yang lalu Jyotika masih asik dengan pizza American Favoritenya tapi sekarang matanya tertuju ke satu titik dimana laki laki berseragam SMA berjalan dengan cool tertawa bersama gadis disampingnya.
"Shit..." rutuknya.
Itu Bhuvi. Kenapa selalu matanya tertuju pada dia?

"Loh, Jyotika?" Bhuvi menyapa waktu memasuki restoran pizza. Kursi Jyotika dan Usha yang terletak memudahkan orang2 melihatnya.

Jyotika tersenyum pahit. Usha dan gadis disamping Bhuvi sepertinya kebingungan.
"Makan juga? Duduk disini aja." Jyotika menggigit lidahnya sendiri. Lidah yang kurang ajar menyilakan mereka duduk bersama mereka. Apa maksudnya coba?

Suasana berjalan lancar tidak seperti degupan jantung Jyotika yang seakan macet dan membuatnya susah bernapas. Bhuvi yang memang pandai bergaul dengan cepat bisa mengimbangi pembicaraan dengan Usha.

Can we switch position? Pertanyaan konyol muncul dibenak Jyotika. Ingin sekali dia duduk disamping laki laki bertubuh tegap ini dan menggenggam tangannya.

***

Sejak saat itu Jyotika dan Bhuvi makin akrab. Seiring keakraban mereka, ada asa Jyotika yang makin membumbung tinggi. Semakin dekat, semakin dia menyukai sosok Bhuvi. He is like an angel. Perfectly stole her heart.
Makin dia dekat dengan Bhuvi, makin dia menjauh dari Usha. Dan mungkin karena waktunya kelas tiga fokus dengan ujian kelulusan, Usha pun seperti tidak ada waktu untuk Jyotika.

Bhuvi menepak bahu Jyotika yang sedang duduk menikmati es kelapanya dikantin sekolah. Senyum manis seperti biasa dan duduk disampingnya, "Balik mau kemana?" tanyanya.
Jyotika menggeleng. "Langsung balik kerumah kayaknya."
"Gak jalan sama cowo lo?" tanyanya lagi.
Jyotika menggeleng lagi.
Bhuvi berlalu. Jyotika merasakan kecewa dalam hatinya. Dia mengharap ada pertanyaan lebih dari itu.
"Mau maen kerumah gue ga?" tanya Bhuvi, dia kembali membawa sepiring batagor.
Mata Jyotika membuka lebar, iya. Ini lah yang dia harapkan.
"Bolehlah." katanya menahan gengsi.

Sore itu ketika anak anak bubar seperti bebek keluar dari kandangnya, Jyotika sudah duduk dengan manis dimotor milik Bhuvi. Langit mendung seakan ingin menangis. "Udah siap?" tanya Bhuvi dari balik helm fullfacenya. Jyotika mengiyakan. Mereka lalu meninggalkan sekolah dan berkejaran dengan awan mendung.

Jyotika memasuki rumah berdesign minimalis jepang dengan padanan warna hitam dan broken white itu. Bhuvi memarkir motornya dan tertawa. "Ahahaha, sorry jadi basah semua deh." katanya sambil mencoba membuka pintu.
Hujan ditengah jalan tadi memang tidak begitu besar tapi sukses membuay Bhuvi dan jyotika basah. Jyotika yang tidak memakai jaket mulai kedinginan ketika duduk diruang tamu ber-ac.
"Mandi, ya? Nanti lo flu. Gue ga ada baju perempuan sih. Cuma ada celana pendek sama kaos." Jyotika hanya mengangguk sambil gemetar. Dia melepas satu persatu bajunya. Di balik pintu kamar mandi ini ada kamar Bhuvi yang ada Bhuvi didalamnya. Matanya tidak lepas dari pintu kamar mandi yang seingatnya sudah dikunci tadi. Berulang kalo dia menggumam dibenaknya meminta maaf kalau nanti sesuatu yang diinginkannya terjadi.Statusnya dengan Usha memang belum jelas apalagi Bhuvi juga punya pacar.

Jyotika keluar kamar mandi.
Bhuvi yang sedang duduk dilantai sambil merokok menengok kearahnya, "ahahaha untung celana kakak gue ada dijemuran. Pas banget ya."
Jyotika memerah, celana gemes milik kaka perempuannya memang pas dibadannya malah seakan kekecilan. Mungkin kakaknya lebih kurus darinya. Pahanya yang putih terpampang tak tertutupi walaupun dengan kaus kebesaran milik Bhuvi.
Wangi tubuh Bhuvi seakan bisa dia rasakan dari kaos yang dipakainya.

Jyotika duduk perlahan dibibir tempat tidur besar tepat disamping Bhuvi. Bhuvi menengok kearahnya sekali lagi, lalu tersenyum dengan asap sisa yang keluar dari hidungnya. "Kenapa duduk diatas? Sini disamping gue." katanya.
Sebenarnya Jyotika lebih senang duduk disini karena dari sini dia bisa melihat jelas punggung yang selama ini dia pandangi dari jauh. Bhuvi yang topless membuat punggungnya yang kekar dan sexy membuat nafasnya lebih berat.

"Kenapa selalu ngeliat punggung gue? Emang gak mau ngeliat gue dari samping?" kata Bhuvi tanpa melihat Jyotika.
Bhuvi berdiri tiba tiba dan menghadap Jyotika "atau dari depan misalnya?" katanya tersenyum. Jyotika pun tersenyum,

"You beast." katanya pelan membuat guratan senyum melebar diwajah Bhuvi.
"I am." Ujar Bhuvi mendekat dan mencium bibir Jyotika.

Badan mereka yang dingin sehabis kehujanan sudah mulai panas karena tekanan emosi dan passion yang kuat. Perlahan tangan Jyotika melingkar dileher Bhuvi. Berulang kalo Bhuvi mencium bibir Jyotika lembut diselingi senyuman manisnya.
"I want you..." bisik Bhuvi perlahan di telinga Jyotika membuat bulu roma bangkit.
"Really the beast." Jyotika mendesis memejamkan mata. Surrender herself for the beast.


***


Bunyi dering telepon membangunkan Bhuvi dari tidurnya. Tangannya mulai mencari letak handphonenya. Susah payah dia menggapai,
"Halo? Hmm.. Hmm.." Bhuvi berusaha menyadarkan dirinya. "Iya, sebentar ya. Baru bangun tidur." lalu dia menutup teleponnya.
"Kenapa, Bhu?" tanya Jyotika yang tertidur dilengannya. Bhuvi seakan lupa kalau Jyotika masih ada dipelukannya.
"Itu, tadi cewe gue nelepon minta anterin katanya. Lo siap siap ya?" katanya.

Darah Jyotika sukses mencapai titik didih dengan cepat, hatinya sakit mendengar ucapan Bhuvi. Baru saja dia merasakan surga sekarang sudah dilempar ke neraka. Gengsinya yang diatas membuatnya bisu ketika Bhuvi bertanya ada apa. Jyotika tak menghiraukan semua pertanyaan dan semua permintaan maaf, dia bersiap pergi dari rumah itu. Bhuvi menendang pintu kamarnya ketika Jyotika meninggalkan dia tanpa sepatah katapun.


***


Bhuvi masih penasaran apa yang membuat Jyotika tiba tiba berubah 180 derajat. Jangankan menyapa atau bertegur sapa, melihatnya saja Jyotika mati matian menghindar.
Terlihat Jyotika sedang duduk sendirian di kantin, mungkin inilah saat yang tepat untuk menanyakannya.
"Please jangan pergi dulu." Bhuvi menarik tangan kecil itu.
Jyotika duduk perlahan dengan ekspresi muka tidak enak
"Serius, gue gatau apa apa. Kenapa sih lo begini?" tanyanya kesal.
Jyotika menatapnya, "Emangnya kenapa? Gue cuma pengen balik kayak dulu lagi aja. Lo sama gue ga terlalu deket."
"Ya tapi kenapa? Apa alesannya?" Bhuvi masih belum bisa terima.
"Gue gak mau aja. Males jadi ban serep lo doang." akhirnya Jyotika bisa melepaskan tangannya.
Bhuvi tampak menarik napasnya, sejenak lalu dia berkata "Gue gak maksud buat ngejadiin lo ban serep. Kita ngelakuin karena sama sama suka kan?" tanyanya.
"Nah makanya, apa yang gue suka ya gue lakuin kayak kemaren itu contohnya. Ketika gue ga suka ya gue gamau lakuin, kayak sekarang ini. Ngerti?"

Bhuvi terdiam. Menyadari posisinya disituasi rumit ini.
"Sumpah, semenjak waktu itu gue gabisa ngelupain lo." katanya pelan.
Jyotika melengos, "Ya terang aja, lo kan ga amnesia." sambutnya sedingin mungkin.
"Mungkin gue suka sama lo, Tik."

"Bhuvi, mungkin emang bener lo tipe gue. Tapi niat buat serius sama sekali gak ada. Jadi please jauh jauhin sikap menyemenye lo itu. Back to your girl, i think you own her." katanya sambil pergi.
"You know? You are the real beast, Tik." gumam Bhuvi memandang punggung Jyotika yang perlahan menghilang dikerumunan.murid murid.
Previous
Next Post »
0 Komentar