Sorry (1)



Clara terdiam, melihat kesekelilingnya. Banyak orang dan terfokus padanya. Gugupnya semakin menjadi. Matanya kini berpindah pada sesosok pria tampan yang duduk didepannya, menunduk sambil menaruh kedua tangannya di pangkuan. Siapa pria ini? Clara tidak mengenalnya dan merasa tidak pernah bertemu.

Keringat mulai berjatuhan di dahi yang licin milik Clara, mamanya disampingnya sibuk menotok-notokan tisu agar keringat tidak menghancurkan make up Clara yang sudah sempurna siang itu.

Clara terperangkap dalam dunianya sendiri, dia tidak bisa mendengar apa yang sedang dibicarakan orang orang sekarang. Papanya sedang tertawa terbahak bahak, diiringi oleh senyum mesem dari mamanya. Mungkin mereka sedang menyaksikan hal yang lucu. Pria itu didepannya pun tersipu. Tak disangka begitu menghipnotisnya senyuman itu. Sekilas wajah yang kaku tadi hilang. Matanya menyipit, senyumnya mengembang tersembul dua lesung pipi yang menambah pesona senyumannya.

Clara mencoba menyadarkan diri bangkit dari dunianya, dia ingin bergabung dengan orang orang, tertawa bersama. Sepertinya menyenangkan.

"Ya, jadi saudara saudara, terima kasih untuk kedatangannya dan tanggal pernikahannya pun sudah ditentukan yaitu tepat 6 bulan lgi dari sekarang...." suara papanya yang keluar dari microphone terdengar tegas, mama Clara menyolek paha agar Clara segera bangkit. Dengan kebaya yang memang pas badan agak susah untuk bangkit sehingga dia perlu dibantu.
Uluran tangan gentle dan jari yang indah menyambutnya dari depan. Pria yang duduk didepanny tadi mengulurkan tangannya, sekali lagi senyumnya mengembang.

"Terima kasih." ujar Clara lembut sambil menggapai uluran tangannya itu. Kini mereka berdiri berdampingan menghadap orang banyak. Sekian kalinya hembusan napas panjang dihela oleh Clara. Nervous tak luput dari benaknya mengalahkan perasaan aneh yang berkecamuk sedari tadi. Mereka saling berhadapan, pandangan clara kabur. Sepertinya dia lupa seperti apa tampang pria tadi? Semanis apa senyumnya? Perlahan, pria itu memakaikan cincin berlian sederhana dijari Clara. Para hadirin bertepuk tangan. Kini giliran Clara. Setelah mengambil cincin yang diberikan mamanya, Clara dengan gemetar memegang tangan pria itu dan memakaikan cincinnya.

"Mudahmudahan semua kebahagiaan bisa terjaga tidak hanya sampai menjelang pernikahan tapi seumur hidup. Aamiin. Mari kita tutup dengan alfatihah..." semua mulai khusyuk melantunkan alfatihah dalam hati masing masing dengan doa yang mungkin hampir sama.

Selesai kah???
Samar samar Clara membuka matanya. Ha? Hanya mimpi? Sekali lagi Clara mengedipkan matanya. Jadi yang tadi hanya mimpi?

"Kamu udah bangun?" tanya seorang lelaki yang duduk diujung tempat tidurnya. Clara memicingkan matanya.
Mamanya masuk kamar, "eh si cantik udah bangun. Kamu tuh ya, bikin khawatir orang orang aja pingsan tiba tiba. Untung caranya udah selesai. Kasian tuh Aryo panik. Dia gak mau ngapangapain tuh sebelum kamu bangun"

Aryo? Jadi pria dengan senyum menawan ini namanya Aryo? Clara bangkit, memegang kepalanya, dunia seakan berputar lebih kencang dari biasanya.
"Hati hati" ujar Aryo sambil memegangi Clara.

"Nanti mama mau komplain sama Desi, ini kok makein kamu kebaya kenceng kenceng banget stagen nya. Kamu ampe pingsan begini"
Clara membetulkan posisinya, "Udalah mah..." ujarnya manja.
"Nak Aryo, sana makan dulu. Udah ditunggu ibu. Kamu belom makan siang kan? Ini sudah hampir maghrib. Loh..." Aryo menaruh minum yang barusan dia berikan ke Clara,
"Saya makan dulu sebentar, ya. Nanti saya kembali lagi. Kamu juga makan" katanya sambil mengelus kepala Clara.

Setelah Aryo keluar kamar, mamanya mengambil posisi yang enak untuk menyuapi bayi besarnya yang habis pingsan ini. Sesuap demi sesuap mereka lalui tanpa ada kata kata. Ruangan yang tidak terlalu besar itu menjadi lebih dingin dari seharusnya. "Maafin mama, Cla..." akhirnya sepatah kata keluar memecah keheningan. "Mama ga pengen begini, cuma papa kamu yang terlalu egois. Dia korbanin kamu demi gengsi sama temen temen."
Clara memeluk mamanya, "Its okay, mom. Aku juga gapengen mama sama papa malu punya anak kayak aku. Sebisa mungkin aku berusaha gak bikin malu mama sama papa."
Mamanya memegang pipi anak perempuan semata wayangnya itu, "engga sayang. Kamu jangan ada pikiran begitu. Gimanapun kamu, kamu tetep anak mama. Kamu kebanggaan kita semua. Kita semua sayang kamu. Maaf, nak, maaf... Dunia cuma terlalu kejam buat kamu..." air mata jatuh deras dihari bahagia itu.

Dunia terlalu kejam untuk Clara.
Previous
Next Post »
0 Komentar