Sorry (3)



Sudah dua bulan kepergian Aryo ke Taiwan, tapi selama kepergiannya tak sedikitpun Clara merasa kesepian. Setiap pagi sudah ada chat dari Aryo, hampir setiap malam mereka skype sampai semua tertidur. Aryo juga selalu mengontrol sejauh mana persiapan pernikahan mereka.

"Hey, how are you?" malam itu diruangannya, Clara sedang skype-an dengan Aryo.
"Im good. Kenapa kamu belum pulang kantor?"
Clara menyenderkan tubuhnya mencoba melemaskan ototototnya, "Iya, sebentar lagi. Habis ini aku langsung pulang."
"I miss you." kata Aryo tiba tiba membuat otot Clara menegang lagi. "I will take one day off, besok. Would you mind to pick me up in airport?"
Clara kaget, "No, no. Ga usah. Aku aja yang kesana. Kamu jangan tinggalin kerjaan kamu."
"Gimana kerjaan kamu?"
"Its okay, aku bisa ambil cuti. Lagian engga ada yang penting sampai weekend ini." Aryo tersenyum, Clara melanjutkan skypenya sambil memesan tiket pesawat untuk besok siang meluncur kesana. Diluar dugaan Aryo kalau Clara mau datang jauh jauh. Clara pun tak menduga kalau dirinya mau dengan spontan jauh jauh terbang kesana. This feeling, clara doesnt know what the name is. Perasaannya begitu peduli dengan orang yang baru dikenalnya. Awalnya hati ini menolak untuk kenal bahkan untuk sekedar tahu. Tapi kehangatan senyumnya sudah meluluhkan hati yang beku ini.

"How was your flight?" suara dari belakang telinganya mengagetkan Clara, Aryo sudah berdiri dengan manis. Ah, senyum ini yang dia rindukan, begitu pikir Clara setelah sekilas melihat senyum Aryo.
"Yah lumayan boring." jawabnya seadanya. Tangan yang besar yang pernah dia sentuh, memegang kopernya, cincin itu masih bertengger dengan manis di jari Aryo, begitupun jarinya. Mereka berdua pun pergi meninggalkan airport. Dengan mobil berwarna merah, Aryo mengantar Clara ke hotel yang sudah dia siapkan.

"Nice room..." gumam Clara, dia membuka jendela. Pemandangan menghadap gedung gedung tinggi lainnya di seberang sana. Ia melemparkan pandangan ke bawah, jalanan pun riuh padat.
"Mau dinner dimana? Cinnesse food? Western? India?" tawar Aryo.
"Up to you. Aku omnifora." Aryo tersenyum, akhirnya mereka Aryo memutuskan untuk ke apartementnya dan memasak untuk Clara.

"Wow aku gak tau kamu bisa masak." Clara terkejut ketika tumis sayuran, bebek peking dan entahlah itu namanya sup apa tersedia di sebuah meja makan mini dengan dua kursi berhadapan. "Aku juga gak tau kalo kamu ngerokok...." Clara memegang asbak kaca yang ada ditengah meja makan tersebut.
Aryo menaruh apronnya, lalu menarik kursi dan mempersilahkan Clara untuk duduk, "Aku gak ngerokok. Itu disediain kalau kalau ada tamu yang ngerokok"
Tanpa bertanya lebih lanjut lagi Clara hanya mengangguk, dan mulai bersantap. Apartement ini cukup luas untuk ditinggali hanya sendiri, Clara tak bisa membayangkan betapa kesepiannya dia kalau harus tinggal disitu.

Mata Clara mulai menyapu seluruh ruangan, dirasa Aryo adalah orang yang sangat memperhatikan kebersihan. Ruangan yang bernuansa putih ini tak sedikitpun terlihat kotor walaupun ruangan ini menyatu dengan dapur. Gelas dan cangkir tertata rapi, wastafel yang bersih dan gas stove yang apik.

"Kamu mau istirahat?" tanya Aryo sambil membereskan meja sehabis mereka makan, Clara yang ikut membantu mencuci piring menggeleng pelan. "Kalau kamu cape, kamu bisa istirahat di kamar aku." tawar Aryo.
Akhirnya Clara tumbang juga. Maklum karena dipesawat dia tidak bisa tidur. Bagaimana bisa tidur kalau jantungnya berdetak kencang karena grogi ingin bertemu dengan Aryo lagi.

Ohhh jadi seperti ini kamarnya Aryo, tidak begitu banyak barang barang disana. Masih bernuansa putih. Seprai dan bedcovernya pun senada. Begitu nyaman. Mungkin memang butuh yang nyaman setelah kerja keras. Clara berbaring diranjang milik Aryo, dibantu Aryo menyelimutinya.
"Aku diruang kerja, ya. Kalau butuh apa apa panggil aja." clara tersenyum.

Sepeninggal Aryo, Clara mulai membungkus tubuhnya dengan selimut, Aksen tubuh Aryo sangat kuat, Clara tak bisa menghentikan degupan jantungnya yang mulai liar. Memakai selimut ini bagaikan dia sedang dipeluk Aryo dengan tangan kekar dan telapak yang besar menyentuh kulitnya. Begitu hangat pastinya. Lama kelamaan Clara matanya pun terpejam.

"Ha?" Clara terbangun dari tidurnya, mencari handphone untuk mengetahui jam berapa sekarang. Sepertinya dia sudah tertidur begitu lama.
"Baru jam 7 malam" kata Aryo yang ternyata duduk manis di sofa kecil menghadap tempat tidur. Clara mengusap wajahnya, mencoba menyadarkan diri. "Aku seneng ngeliat kamu tidur. Kayaknya aman dan nyaman." ujar Aryo.
"Iya aman, kan berasa dipeluk sama kamu." gerutu Clara dalam hati. "I love you so much, i cant handle" kata Aryo lagi membuat Clara tercengang. Rasanya ini masih dalam mimpi.
Previous
Next Post »
0 Komentar