Ollie duduk di cafetaria sibuk dengan macbooknya mengerjakan tugas kuliahnya. Wajahnya yang tampan menarik perhatian beberapa wanita yang duduk disekeliling mejanya.
"Eh pak ketua BEM rajin amat masih aja ngerjain tugas." Sapa seorang teman sekelasnya yang disambut cengiran beberapa orang yang bersamanya.
Ollie malambaikan tangannya, "Sini lah, temenin. Sepi." Katanya dengan suara bassnya yang dalam dan membuat hati para gadis meleleh.
"Tuh banyak cewek, minta aja temenin." Sahut temannya. Ollie hanya tersenyum kemudian melanjutkan tugasnya.
"Yaelah penuh lagi. Mau duduk dimana ini? Gue udah laper bangetttt... Mana abis ini ada kuliah sampe sore. Please jangan biarin gue mati beku dikursi karena kelaparan, guys." Rengek Velma pada kedua temannya, Emi dan Gina.
"Tuh, Mi, ada meja yang cuma satu orang. Lo minta gabung, ya. Gue sama Velma pesen makanan dulu." Perintah GIna sambil ngeloyor menggandeng Velma tanpa peduli raut muka Emi yang berubah. Emi orangnya pemalu, tega sekali Gina menyuruhnya untuk bernegosiasi dengan orang yang tak dikenalnya.
"Permisi..." Emi menyapa Ollie pelan.
Ollie yang sedang fokus mengerjakan tugas tak bergerak sedikitpun.
"Peeerrmiiisiiiii..." Coba Emi sekali lagi.
Ollie menengok kearah Emi kemudian senyum, Emi sejenak membeku. Entah pangeran dari mana yang senyum padanya, begitu pikirnya. "Maaf, boleh gabung gak ya? Habis meja yang lain sudah penuh." Katanya formal.
Ollie tak langsung menjawab tapi melihat kanan dan kirinya, lalu menyuruh Emi mendekat agar dia bisa membisikan sesuatu.
Emi menunduk dan mendekatkan kupingnya, "Boleh aja, asal kamu doang yang duduk disini." Bisik Ollie.
Blas... muka Emi langsung memerah. Melihat reaksi Emi, Ollie buru buru meralat kata katanya, "Enggak kok, bercanda. Silahkan aja. Duduk disini."
Ralatan dari Ollie membuat Emi lega. Akhirnya mereka berempat duduk bersama.
"Semester berapa?" Tanya Ollie yang sedang mengistirahatkan jarinya bertanya pada Emi.
"Kita sekelas, Lie." Sahut Velma mengunyah somaynya
Ollie menaikkan alisnya, "Masa sih? Kok gue gak nyadar ya ada cewek seimut ini dikelas?" Tanyanya sambil menunjuk Emi. Lagi lagi Emi memerah. "Siapa namanya?" Ollie menyodorkan tangannya mengajak Emi berkenalan.
"Emily..." Ujarnya lemah malu malu.
"Cute banget sih?" Ujar Ollie tanpa melepaskan tangannya.
Gina membantu Emi melepas tangan Ollie, "Udah udah, ntar dibawa pulang lagi ah."
"Bener tuh, jangan macem macem lo, Lie, sama Emi. Dia udah gue anggep kayak adek sendiri." Velma masih sibuk dengan somaynya.
"Ahaha tega lo berdua sama gue. Udah ah gue ada janji. Tolong jagain Emi ya, besok gue check lagi ada yang lecet gak." Ollie pergi meninggalkan Emi yang masih memerah.
"Jangan dipikirin, Mi. Kadang orang yang hampir sempurna bisa juga konyol kayak begitu." Ujar Gina.
***
Satu minggu sudah berlalu, Emi masih mengagumi sosok Ollie yang tampak sempurna dimatanya. Sejujurnya godaan godaan Ollie waktu itu membekas dihatinya. Mungkin ini yang disebut orang dengan ke-GR-an, tapi Emi sudah tidak bisa mengontrol perasaannya lagi.
"Mi... Emi..." Suara dari jauh terdengar memanggil Emi yang sedang asik membaca buku sambil berjalan.
"Emi..." Ollie menepuk bahu Emi supaya Emi berhenti dan menyadari kalau dia daritadi memanggilnya. Sambil terengah engah, Ollie tak lupa memasang senyumnya yang manis, "Boleh pulang bareng, gak?"
Emi kaget mendengarnya, "Tapi kan saya naik angkutan umum?" Tanyanya polos membuat Ollie tertawa.
"Sorry.. sorry..." Kata Ollie masih dengan sisa tertawanya, "Maksudnya mau pulang bareng gak? Aku anterin."
Emi berusaha menolak, tapi Ollie tetap memaksa mengantarnya pulang. Akhirnya Emi pulang naik mobil Ollie diiringi dengan pandangan sinis para gadis gadis dikampus.
"Udah nonton Spy belum?" Tanya Ollie, suasana dimobil benar benar kaku. Emi yang memang pemalu sudah sangat ingin terjun keluar dan menggelinding ditrotoar jalanan.
Emi menggeleng, "Nonton dulu, yuk?" Tawar Ollie.
Mereka pun nonton berdua. Sebenarnya Emi sudah menolak, tapi karena melihat mimik wajah Ollie yang berubah sedih, Emi tak kuasa.
"Ups, sorry..." Kata Ollie ketika ditengah menonton handphonenya bergetar. Dia melihat sebentar ke handphonenya lalu menaruhnya kembali. Emi masih fokus menonton film action comedy itu. Perlahan, Emi merasakan tangannya hangat, ternyata Ollie menggenggam tangannya. Emi menengok kearah Ollie yang pandangannya lurus kearah layar.
"Heheheh..." Ollie mengeluarkan cengirannya yang khas ketika dia sadar kalau Emi melihatnya. Emi merona, menahan malu.
"Huaaaah... Seru ya?" Ollie menggeliatkan badannya. Habis dari situ, mereka pun melandaskan diri di sebuah resto terdekat guna mengisi perut yang sudah meronta.
"Emi..." Panggil Ollie menyadarkan Emi yang sedang mengatur jantungnya akibat insiden pegangan tangan tadi didalam studio.
"Jadi pacar aku, ya!"
"Ha?" Emi tak percaya apa yang didengarnya, mungkin kupingnya mengalami kram sehingga dia salah dengar.
"Jadi pacar aku, ya!" Ollie mengulang permintaannya. Emi terdiam, shock sebenarnya.
Seakan tahu Emi yang sedang bimbang, Ollie sekali lagi menggenggam tangan Emi. "Gak apa apa kamu gak mau jadi pacar aku, mungkin ada orang lain yang kamu suka."
"Bukan... bukan begitu..." Kata Emi buru buru. "Aku ngerasa gak mungkin aja, kamu kan... sedangkan aku cuma mahasiswa biasa" Katanya sambil menunduk, hampir menangis.
"Sssst... jangan nangis. Gak enak diliat orang." Ujar Ollie sambil mengusap usap tangan Emi.
***
Sudah dua bulan dari Emi memutuskan untuk memberanikan diri menjalin hubungan dengan Ollie, The Prince.
"Ayo duduk." Kata Ollie setibanya mereka dikostan Ollie.
Emi menuruti, dia duduk dibibir tempat tidur. Kamar yang rapi untuk ukuran cowo yang selalu sibuk dengan urusan kuliah.
"Mau minum apa?" Ollie menengok kulkas kecil dikamarnya, "Wah adanya cola sama air putih aja." Sambungnya.
"Air putih aja." Sahut Emi, kemudian Ollie mengantar minumannya.
Cup... sebuah kecupan mampir dibibir imut Emi.
Emi menunduk sementara Ollie tersenyum melihat tingkah Emi yang super cute. Tangan besar Ollie mengacak acak rambut Emi yang tebal.
"Sini mana tugas yang belum selesai, aku bantuin." Ollie mengobrak abrik isi tasnya lalu bersiap mengerjakan tugas.
Menurut Emi, Ollie adalah pria yang baik, sopan dan perhatian. Dia hampir tidak pernah melihat Ollie marah, kepada dirinya maupun teman temannya. Selama ini juga dia memperlakukan Emi dengan sangat baik. Emi semakin jatuh lebih dalam pada Ollie. Sempat terpikir begitu mengerikannya dia mempunyai seorang pangeran yang sempurna seperti Ollie. Awal awal mereka pacaran menjadi saat saat paling mengerikan dalam hidupnya, tak jarang dia dicaci maki oleh para groupies yang sangat sangat mengidamkan posisi Emi tapi Ollie dengan setia menemaninya, membantu menghadapi perempuan bar bar.
Emi duduk disamping Ollie yang sedang fokus menulis catatan yang terlewat. Emi mengambil laptopnya dan mulai menyalakan.
"Hehehehe..." Ollie cengar cengir ketika Emi menengok karena tangannya digenggam. Cengiran iseng yang meneduhkan hati Emi. Posisi itu saat mereka sibuk dengan urusan masing masing, Ollie masih sempat untuk menggenggam tangan Emi.
"Ini gimana ya flow chartnya? Bener gak, sih?" Tanya Emi dengan suara imutnya. Ollie mendekat, menyanggah dagunya dibahu Emi membuat telingan Emi memerah.
"Kayaknya ada yang janggal deh, sebentar sebentar..." Kata Ollie.
Makin lama Ollie berpikir, makin merah daun telinga Emi dibuatnya.
"Oooohhh.. udah bener, maaf mata aku aja yang salah." Ollie menggigit telinga Emi membuat Emi terkejut.
"EHEM!" Suara perempuan datang dari arah pintu.
Berdiri seorang perempuan cantik bertubuh semampai. Emi bingung, dia tidak tahu siapa perempuan itu.
"Halooo..." Kata perempuan itu dengan senyum tapi matanya menatap tajam kearah Emi.
"Eh, ha ha halo..." Emi tergagap.
"Duduk sini.." Tawar Ollie yang disambut pandangan judes. "Ntar tambah tinggi loh kalo berdiri aja."
Dia mendekat kearah Emi yang masih duduk bersimpuh ditengah ruangan, sedikit menunduk kini wajahnya menatap langsung ke wajah Emi membuat Emi risih. Terlihat gurat gurat wajah yang tegas. "Halo, aku Bella." Sapanya dengan senyum, matanya menyipit seiring senyum yang tersungging dari bibir sexynya.
Mata Emi yang besar makin membulat melihat kecantikan luar biasa. Apa ini kakaknya Ollie atau mungkin salah satu groupiesnya Ollie? Ah kalau groupiesnya Ollie rasanya tidak mungkin. Wanita secantik dia bisa mendapatkan yang lebih lebih dari Ollie. Mungkin malah artis artis lebih pantas untuk berdiri disampingnya.
"A... a.. aku Emily" ujar Emi mencoba mengontrol kegugupannya.
Kemudian Bella kembali berdiri dengan tangannya yang dilipat didepan, "Oliver! cepet siap siap. Jangan coba coba ya kamu buat aku nunggu." Katanya dengan nada tinggi. Ollie bangkit lalu memungut dompetnya yang tergeletak.
"Emi, aku pergi sebentar ya. Kamu tunggu disini aja. Nanti kalo aku lama, aku hubungin kamu biar kamu gausah tunggu aku. Bye" Lalu Ollie dan Bella pun pergi tanpa menengok kembali.
***
Pagi ini Emily keliatan lesu. Masih banyak pertanyaan dalam dirinya yang menyesakkan dadanya. Siapa Bella? Ada hubungan apa Bella dengan Ollie? Kemana mereka pergi kemarin, dia tunggu sampai malam pun mereka tidak kunjung kembali? Tidak ada satupun sms atau telepon memberi kabar dari Ollie. Sedangkan Emi begitu takut menghubungi Ollie.
"Hoy, kenapa ngelamun aja?" tanya Velma mengagetkan Emi.
"Lo tau gak Ollie dimana?" tanya Emi cemas.
Velma dan Gina saling berpandangan. "Kok malah tanya kita? Kan elo pacarnya."
Emi menggeleng lemas, tertunduk lesu. Khawatir merajai hatinya saat itu. "Oh iya, kalian kenal Bella?" tiba tiba Emi teringat akan sosok Bella, siapa tahu Velma dan Gina yang teman dari SMA Oliver tahu tentang Bella.
Mereka menggeleng cepat dan membuat Emi sekali lagi tertunduk lesu.
Tiga hari berlalu, Ollie belum juga memberi kabar dan tidak memunculkan batang hidungnya dikampus.
Setiap malam Emi datang ke kostannya, menunggu diruang tunggu berharap Ollie datang dengan cengiran khasnya.
Entah sejak kapan Emi merasa jajanan di kantin kampus jadi hambar. Bakso yang jadi favoritnya tersentuh hanya sedikit. Kepalanya terlalu sibuk memikirkan Ollie. Siang malam hanya tersita untuk Ollie.
"Oliver?!" teriak Emi mendapati matanya menangkap sosok Ollie dikejauhan memakai kaos kuning dan jeans. Emi berlari sekuat tenaga meraih sosok Ollie, "Oliver..." katanya sambil terengah engah.
Ollie menengok, "Ya?" katanya, dengan nada yang dingin. Sepertinya Emi merasa salah mengenal orang. Ini bukanlah Ollie yang dia kenal, kenapa sedingin ini? "Kamu kemana aja?" tanyanya, tanpa mengeluarkan sepatah kata, Ollie menyeret Emi menjauh dari keramaian.
"Kamu kemana aja?" Emi mengulang pertanyaannya, kini diiringi air mata yang tidak tertahan.
Raut yang dingin menghilang tiba tiba dari wajah Ollie, kini yang ada tatapan yang hangat menyapu seluruh wajahnya yang basah dengan air mata, "Please dont crying, honey. Aku ada. Cuma ada sedikit urusan kemarin." katanya dengan suara bassnya, usapan demi usapan menghapus air mata di wajah Emi.
"Aku takut...." kata Emi. Ollie memeluk Emi dengan erat. Seketika semua perasaan khawatir, sedih, hancur yang Emi rasakan hilang. Pelukan ini, getaran suara ini yang dia rindukan.
***
"Ollie?" panggil Emi.
Oliver mengencangkan pelukannya, "hmm?" sahutnya malas.
"Aku boleh tanya sesuatu gak?"
Oliver menggeser sedikit posisinya, "Mau tanya apa?" suaranya yang rendah berdengung indah ditelinga Emi, napasnya yang hangat berhembus pelan ditengkuk Emily. Rambut Emi yang pendek pun tidak menghalangi napas itu menggelitik tengkuknya.
"Bella itu siapa?"
Ollie mengecup pelan tengkuk Emily, "Masih bisa mikirin orang lain?" katanya, "kamu gak capek, Mi? Kalo kamu lagi berdua sama aku, jangan mikirin orang lain, ngerti?" nada rendah yang dingin membuat Emi bergidik. "Ayo tidur sayang, apa mau nambah lagi?" tanya Ollie menggoda.
Emi tak menjawab, hanya membenamkan dirinya dalam selimut dan pelukan Oliver dan sejuta tanda tanya.
***
Entah mimpi apa semalam, kini Emily dengan air mata yang membanjiri pipinya berdiri didepan dua orang yang sedang tidur dengan damai.
"Hmm, Emily? Kok ga bilang bilang?"
Emily membelalakan matanya tak percaya apa yang dilihatnya, "Ngapain kamu disini?!" katanya histeris.
"Bangun!!!" Emily mulai tak terkontrol, dia menarik tangan kekar milik Oliver yang tampak masih susah menyadarkan dirinya kedunia nyata.
"Gausah teriak teriak." ujar sosok wanita yang dikenalnya, Bella. Sambil menyundut rokoknya, Bella menggulung dirinya dengan selimut menutupi tubuhnya.
"Apaan sih?" ujar Oliver menepis tangan Emily dengan kasar.
"Jelasin semuanya, Lie... Aku mohon. Kenapa kamu sama Bella?... Begini...." seakan semua tulang rontok luluh lantah, hanya ada tersisa kekuatan untuk menangis.
Bella melirik sinis, "Suruh diem gak nih cewe?!" katanya kasar.
"Sst... Sst... Cup cup, jangan nangis. Sini sayang." kata Ollie sambil berusaha menenangkan Emi yang histeris.
PLAK! Sebuah tamparan dengan kencang meninggalkan bekas merah dipipi Oliver. "Maksudnya apa ya nampar aku segala?" kata Ollie menahan suaranya agar tidak terlalu keras sambil menggenggam erat lengan Emi. Meringis ketakutan, Emi semakin jadi menangis. Ollie menutup matanya dengan tangan satu lagi, "Please, jangan nangis. Semakin kamu nangis, semakin aku cinta sama kamu."
"Tolong ya, Oliver, bedain cinta sama kasihan." ujar Bella masih dengan rokoknya.
Emi semakin tak mengerti, hal gila apa yang sedang dialaminya. "Coba sini kamu liat, Bel, mata bulatnya yang lagi nangis, hidung dan bibir kecilnya yang cute, wajahnya yang keliatan teraniaya gabisa ngebuat aku puas. Aku pengen terus terusan liat dia begini." Emi menelan kejutan demi kejutan yang diberi Ollie, "Kamu ngingetin aku sama chuwie" lanjutnya.
Bella berdiri dan melepaskan Emily dari genggaman erat Ollie, "Okay Emi, kayaknya udah cukup kan? So, you see how's Oliver, do you? Tolong mulai sekarang kamu lupain Ollie nya kamu, karena gadis kayak kamu cuma dilihat kayak peliharaannya dia dulu. Kamu, gak akan bisa ngehandle split personality nya Ollie. Now, say goodbye to Ollie." ujar Bella panjang lebar membuat semua ini akhirnya menemukan titik akhirnya.
"Oliver, kamu gak mau ngucapin say goodbye sama Emily?" tanya Bella.
Ollie hanya melambaikan tangannya sambil tersenyum. Senyum yang sama dengan senyum saat mereka pertama kali bertemu. Emi berlari meninggalkan kamar itu dan semuanya.
"Huhhh... What the hell, pagi pagi ada aja keributan." ujar Bella sambil kembali berbaring ditempat tidur.
"Kenapa? Sedih?" tanya Bella,
"Dont tell me you are serious with her?!" tanya Bella lagi.
Oliver hanya tersenyum, dia bergerak mendekati Bella. Mereka memautkan bibir memejamkan mata, "Jangan sampe aku harus ngulang perbuatan kayak apa yang aku lakuin sama Chuwie ke Emi, ya." kata Bella, Oliver tak menjawab dia asyik dengan kesibukannya membuat Bella mengerang pelan.
0 Komentar