Curly Unhappy


Gila, nih tempat rame banget. Gimana gue bisa makan kalo begini?

Yah beginilah salah satu keadaan fast food deket kampus Elena. Selalu penuh. Rata rata anak kampus tentunya yang hanya menumpang WiFi-an dan ngadem, jajannya sih ga seberapa.
Buat Elena yang emang kelaperan dan niat makan disini tentunya gengges banget nih orang.

"Oy, kak Elenaaaa!" Panggil salah satu junior yang lagi santai duduk sambil maenin laptopnya.
"Hus, minggir minggir lo! Gue mau makan." Usir gue.
Dia nyengir, "Gausah kejam gitu lah, kak." Katanya.

Gue pergi sebentar buat mesen makanan. Lumayan ngantri.
Setelah 5 menit ngantri tapi heran kok antrian gak maju maji. Ternyata dua antrian didepan gue gak maju maju daritadi, dia sibuk ngobrol dan mungkin tuker tukeran kontak.
"Woy, maju dong mas. Sibuk aja." Kata gue protes.
Dia nengok, "Loh, Mario?" Gue kaget. Ternyata dia temen gue sendiri. Temen gue dari kecil malah. Harusnya gue tau kalo itu dia.
"Yaelah, Len. Sebentar kenapa. Ganggu aja bentar lg jadi nih."

Rambut Mario dicukur habis, cepak. Padahl dari dulu SMA sampai sekarang dia selalu ngebiarin rambutnya agak panjang menutupi lehernya yang jenjang.
"Maju maju!" Gue melotot.

Setelah perjuangan yang panjang, akhirnya gue berhasil membawa senampan chesse burger dan kentang goreng beserta milo dingin dan mineral water.
"Duduk dimana lo?" Kata orang disamping gue waktu ngambil saos dan straw. Suara suaranya gue kenal nih,
"Please jangan bilang lo mau duduk sama gue." Timpal gue dingin.
Mario langsung menggelendot, tangannya melingkar di bahu gue yang sedikit lebih pendek darinya. "Jangan judes judes kenapa." Bisiknya, wajahnya terlalu dekat! Napasnya berhembus dikuping gue.

"Bim, kenalin ini Mario. Temen gue. Mar, kenalin ini Bimo junior gue." Suara Elena datar hampir tak ada nada. Akhirnya gue nyerah dan ngebiarin Mario duduk bareng gue dan Bimo.
"Tuh cewe oke juga." Celetuk Bimo melihat tiga orang perempuan duduk tak jauh dari mereka.
"Yang mana?" Timpal Mario.
Serius, gue ga nyaman banget dikelilingin cowo cowo mata keranjang.
"Ah yang itu ga bagus, yang didepannya dia tuh yang rambut ikal baru barang bagus." Komen Mario setelah ditunjukan cewe yang dimaksud Bimo tadi.
Gue ilang kesabaran,
"WOY! Mati aja lo berdua! Jangan ganggu waktu makan gue! Dan stop flirting flirting apalagi bilang barang barang. Makan tuh barang lo sendiri!". Semprot Elena.

Bimo kontan ngumpet dibalik monitor laptopnya sedangkan Mario memasang bull eyes kembali memakan burgernya. Gue menghela napas lalu lanjut makan. Suasana kembali tenang, sampai gue selesai makan mereka gak bikin ulah lagi. Perut kenyang mudah mudahan hati bisa senang ga diganggu dua mesum-ers ini.

"Rambut lo bagus, El. Kenapa ga lo gerai aja?" Mario ngomenin waktu gue lagi benerin kunciran rambut yang udah berantakan.
"Ga mau gue gerai rambut gue, ntar gue jadi sasaran curly-hair-maniac kayak lo." Mario ketawa denger jawaban gue.
"Satu satunya alesan kenapa gue gapernah nyentuh lo karena gue gademen sama cowo." Sahut Mario. Kontan mukanya langsung gue semprot asep rokok fresh from my fuckin mouth.


***


"Arrrggghhh sumpah panas bangetttt!" Teriak gue ngebuat Bimo yang lagi ngecek bumper mobilnya yang kecium motor tadi pagi kaget setengah mati.
"Apaan sih lo kak. Kayak orang gila." Gue ngibas ngibas kaos yg gue pake,
"Kan uda gue bilang gausah pake kak kak segala. Panggil aja El atau Elen gitu."
"Ribet banget sih lo kak, suka suka gue mau manggil apaan." Timpal Bimo yang ngebuat kesabaran gue menipis. Jadi aja ini sepatu baru nyenggol pantatnya yang lagi jongkok.

"Oy, oy, ribut amat sih siang siang" sapa Mario. Dia menggandeng cewe baru. Cantik, badan proposional dan berambut ikal.
"Wih, baru, Mar?" Tanya Bimo sambil bersiul. Mario hanya menaikan alisnya sebelah.
"El, lo mau kemana abis ini?" Tanya Mario.
"Tidur" jawab gue singkat sambil nyender dimobilnya Bimo.
"Ntar malem jangan kemana mana, gue kekostan lo ya." Katanya sambil ngeloyor. Kali ini tangannya udah turun jadi kepinggul cewe bertubuh montok.

Bimo duduk dibawah sambil mengelap keringatnya, "Gonta ganti cewe mulu ya tuh orang?" Gue cuma bisa ngangkat bahu, "Eh tapi kalo gue seganteng dia sih bakalan begitu juga kali ya. Ehehe, ehehe, ehehe,"
"Jijik!" Bentak gue sambil ngeloyor. Gak lupa nginjek tangannya, biar tau rasa.
"Sakit woy!!!"


***

"El...."
"Eeelllleeeenn...."
"Elenaaaaaa........."
"Apaan sih?!" Sahut gue pada akhirnya.
Mario yang lagi tiduran telungkup di sofa kamar kostan gue pun nyengir nyengir gajelas.
"Gausah gangguin gue kek. Gue gabisa belajar."
Mario merubah posisinya, "Yaelah iseng gue sendirian ga ngapa ngapain."
"Hubungin cewe curly lo lah"
"hmm, yang mana?" Tanya Mario singkat sambil mengigiti kukunya.
"Yang maren...."
"Oh Dina? Udah putus." Mario berdiri dan berjalan kearah tempat tidur. "Masa dia cemburu sama lo, El. Malesin kan? Yaudah deh gue putusin."
"Kapan jadiannya aja gue ga tau, tiba tiba udah bilang putus aja."

Mario tiduran dibelakang gue yg lagi duduk baca novel di tempat tidur."Coba rambut lo digerai gini kalo kekampus. Kan cantik." Katanya sambil melintir melintir rambut gue.
"Ngomong ngomong rambut, kenapa rambut lo dipotong?" Tanya Elena.
Mario ketawa, "Kenapa? Tambah ganteng ya?" Dia bangkit, duduk dibelakang gue.
"Nyesel gue nanya, sumpah."

Tiba tiba rasanya jantung gue berenti. Mario meluk gue dari belakang, dia cium cium rambut gue. "El, rambut lo bagus. Ikal, coklat, panjang. Gue suka lo."
Napasnya ngebuat geli tengkuk gue. "Mau lepas apa gue tonjok?"
Mario sepertinya ga ngedengerin gue, dia tetep cium cium. Kali ini makin liar. "Gue suka lo, El"

BAM!!! Elena dengan cepat merubah posisi menghadap Mario dan memberinya tonjokan sekuat tenaga yang berhasil mendarat dipipi Mario.
"Pergi!" Teriak Elena dengan suara bergetar.
"Sorry, El.. Tapi gue..." Kata Mario sambil memegang pipinya.
"Gue bukan Emily! Gue Elena. Emily udah mati! Kalo emang lo masih gak bisa nerima kepergian dia, lo gila sendiri aja. Jangan jadiin gue korban kegilaan lo! Cukup cewe cewe rambut ikal yang laen aja. Jangan gue! Sekarang pergi!!!"

Mario terdiam membeku. Pandangan matanya kosong.
"PERGIIII!!!!!" Teriak gue histeris. Mario pergi tanpa berkata apa apa lagi.


***

"Kaaaak...." Bimo mengetuk pintu kamar kost an Elena.
Sudah seminggu Elena tidak masuk kuliah. Dia mengunci dirinya rapat rapat. Mengunci dirinya dari dunia.
"Kak El, buka dong. Ini gue Bimo." Bimo tidak putus asa untuk mengetuk pintu kamar ini setiap pagi sebelum berangkat kuliah.
"Kak, kekampus yuk? Gue traktir chesse burger deh?" Bujuk Bimo.
Sadar semua teriakannya tidak membuahkan hasil, dia mengirim sms ke Elena.

Serius, gue sedih lo begini. Ijinin gue liat lo, please.

Setelah mengirim sms, Bimo hendak beranjak pergi. Tapi handphonenya bergetar,

Kuncinya gue lempar, ambil dikolong pintu.

Tanpa ba bi bu Bimo langsung meraba celah dibawah pintu dan langsung membuka pintu kamar kostan Elena.
"Gila!" Pekik Bimo ketika melihat keadaan kamar El yang super berantakan, gelap dan pengap. Ditengah ruangan, Elena tergeletak lemas diatas sofa. Kepalanya disisi sofa hampir jatuh. "Kak, Rambut lo?" Bimo kaget waktu melihat rambut Elena waktu dia membenarkan posisi Elena. Meletakan kepala Elena dengan hati hati dipangkuannya. Mata Elena hitam, wajahnya pengap. Sisa sisa air mata masih belum kering dipipinya. Elena terdiam, menutup matanya. Seakan menahan perih didalam. Tak lama,kemudian air kesedihan pun terluncur dari matanya yang tertutup. Bimo hanya terdiam.

Esok harinya, Bimo datang lagi ke kostan Elena. Dia sekarang sudah membaik.
"Gimana" Tanya Bimo bermaksud tentang kondisi Elena.
Gue senyum, "Anterin gue kesalon yok??" Bimo pun tersenyum
"Lo cantik kak rambut pendek begitu."

***

Sebulan udah berlalu, gue gak pernah liat lagi Mario lalu lalang di kampus. Dan gak tertarik juga untuk nyari tau.
Lagi enak enak nongkrong di rooftop gedung kampus sama Bimo, tiba tiba ada yang datang.
"Yo! Kemana aja?" Bimo menyapa Mario.
Mata Mario terbelalak ngeliat rambut gue yang pendek, lalu tersenyum. "Ada. Gue mau ngomong sama El bisa?" Mario meminta permisi kepada Bimo.
Bimo berdiri didepan gue, "Kalo mau ngomong, tinggal ngomong aja. Gue gak akan ganggu dan gue juga jaga jaga takut ada apa apa lagi sama kak El." Banyak penekanan kata dari Bimo.
Mario masih berdiri membeku.
Mereka berdua terdiam, hanya suara riuh dari bawah yang terdengar.
"Kalo gue mau nembak El, lo masih mau disini?" Akhirnya Mario membuka suara.
Bimo tampak marah, "Gue tau lo ganteng, lo boleh ganggu semua cewe yang ada dikampus atau dimana pun. Tapi jangan pernah lo sentuh El."
"Gue rasa bukan tempatnya lo ngomong begitu." Strike dari Mario.
Bimo menghampiri Mario, menggenggam erat kerah baju Mario. "Gue tau sebrengsek apa elo. Gue tau yang elo cinta cuma kakaknya Elena, Emily. Gue tau elo masih belom bisa ngelupain sedikitpun tentang Emily makanya selama ini elo jadi curly freak. Gue ngerti semua. Elo kalo mau gila, mending gila sendiri aja!"
Mario berusaha lepas dari Bimo. "Trus apa yang lo tau tentang hati gue? Apa yang lo tau tentang perasaan gue?"
"Cukup!!!! Stop kalian berdua!!!" Gue udah gak tahan lagi ngeliat mereka berdua.
"Gue ngerti lo sedih, lo kehilangan Emily, lo gabisa ngelupain Emily. Karena gue juga sama!" Elena terengah engah. "Gue gay! Gue Lesbian! Yang lebih parah, gue sayang sama kakak gue sendiri, Emily! Jadi buat lo berdua gausah berantem buat hal yang percuma. Mulai saat ini gue gak mau liat lo lagi, Mar. Setiap gue liat lo sama perempuan perempuan pilihan lo itu gue sakit!" Suara gue... suara gue bergetar hebat.
"Bukan karena gue cemburu, tapi karena gue seakan ngeliat wanita yang gue cintai hidup lagi. Ada didekapan elo. Pemandangan yang sama kayak sebelum dia pergi ninggalin gue." Kini gue ngeliat kearah Bimo, "Dan elo Bim, sorry gue cuma cewe menyedihkan. Gue sakit jiwa. Gue gak pantes buat lo."

Elena pergi meninggalkan mereka berdua yang sedang menyadarkan diri mereka masing masing dari kekagetan yang melanda atas semua kata yang keluar dari mulut Elena.


***

Darah ini, sama kayak yang mengalir di darah kamu, kak, waktu kamu masih hidup. Senyum ini kata orang orang mirip sama senyum kamu, kak. Otak ini gak bisa berenti mikirin kamu, kadang aku mikir buat nyusul kamu kesana. Konyol, ya? Hehehe...
Ijinin aku ngelanjutin hidup, kak. Bilang ke Tuhan biar ngasih aku kebahagiaan.

Elena menaruh sebuah glass jar berisi potongan rambutnya, lalu pergi meninggalkan pusara Emily, berjalan menuju sebuah pintu yang baru didampingi oleh seorang perempuan cantik berambut ikal warna coklat.
Previous
Next Post »
0 Komentar