"Woahhhh... Itu siapa?" Sebuah aura yang kuat datang memasuki restoran tempat Vicky bekerja. Seorang perempuan berjalan anggun, dengan rambut coklat yang sangat cocok dengan warna kulitnya menggores kesan sexy disetiap gerakannya.
"Selamat pagi, Bu." Ucap para pelayan. Vicky yang baru bekerja seminggu disana hanya diam melihat para pelayan berbaris rapi.
"Okay, thank you sudah datang lebih cepat hari ini. Feri kemarin berhenti, jadi mulai sekarang sebelum ada pengganti Feri saya yang akan mengawasi langsung restoran ini." Suaranya tidak begitu keras tapi tegas. Dengan mata yang tajam namun tak menghilangkan kesan sexy sama sekali. "Yang merasa pegawai baru, datang keruangan saya lima belas menit lagi." sudah berkata begitu, dia pun berlalu.
Karyawan riuh membicarakan sang nyonya.
"Eh eh, itu siapa?" Tanya Vicky.
"Dia itu owner. Denger denger restoran ini cuma usaha sampingannya aja, Dia sendiri sampai sekarang sibuk ngurusin perusahaan garmennya."
"Namanya?" Vicky menggaruk garuk kepala.
"Lolita."
"HUAHAHAHAHAHAHAHA...." Pecahlah ketawa Vicky, "Gila, namanya gak ada yang lebih sexy sedikit apa? masa... huahahahaha... Lolita... kayak anak kecil."
"Ups, gawat. gue disuruh ngadep keruangannya. Bye ah..." Vicky masih dengan sisa tertawanya, kemudian berjalan keruangan sang nyonya.
Dia mengetuk pintunya dengan hati hati. Berusaha waspada apapun yang akan terjadi.
"Vicky Permana... kamu masih kuliah?" tanyanya tanpa basa basi.
"Masih, bu. Semester akhir." Jawab Vicky dengan posisi masih berdiri. Tak disangka berdiri didepan sang nyonya akan sangat mengerikan. Auranya terlalu tegas.
"Cuma kamu karyawan disini yang masih kuliah, karyawan yang lain adalah profesional. Potensial dibidangnya masing masing.. Entah apa yang dipikir Feri. Okay, sebutin kemampuan kamu." Dia berkata begitu sambil menggigit pulpennya semua itu cukup untuk membuat Vicky merinding.
Vicky terdiam tak mampu menjawab. Otaknya berusaha keras memikirkan apa kelebihannya. Salah jawab bisa jadi bumerang yang akan menyakiti dirinya sendiri.
Wanita itu masih menunggu kata keluar dari mulut Vicky dengan sabar.
Satu menit telah berlalu, namun Vicky masih mematung menundukan kepalanya.
"Saya benci menunggu. Kalau kamu gak bisa jawab harusnya bilang." Lolita berjalan mendekati Vicky. "Saya dengar kamu bisa masak, kamu pintar menghadapi customer dan kesigapan kamu nomor satu. Tapi itu yang baru saya dengar, saya mau membuktikan apa itu semuanya benar." Lolita memberikan sebuah kertas bertuliskan alamat dan nomor teleponnya, "Besok datang jam 6 pagi ke rumah saya. Saya rasa urusan gampang untuk mengurus customer, jadi saya mau kamu mengurus anak saya. Dia anak baik, kamu pasti suka." Vicky mengangkat kepala kaget, entah ide gila apa yang ada dikepala sang nyonya.
***
Vicky gak percaya sama sekali, biasanya jam segini dia masih mendengkur keras ditempat tidurnya dengan aman sentosa, sekarang dia sudah dirumah besar dengan tata letak yang rapi bernuansa putih bersih. Mengurusi anak laki laki yang baru masuk sekolah dasar.
"Anak baik apanya?" Vicky menggerutu sambil mengejar anak laki laki itu, "Ditoooo... Sini pakai baju seragamnya dulu, nanti kamu telat." Tapi Dito sepertinya masih asik bermain perang perangan sambil lari dengan kedua power rangers mainannya.
"Om, om siapa sih?" tanya Dito yang sudah berhasil dipakaikan seragamnya dan sekarang sedang mengunyah nasi goreng yang pagi pagi sekali sudah dia buatkan. Rumah segini besarnya yang ada hanya seorang kepala pengurus rumah tangga yang tadi sibuk banget bersih bersih.
"Panggil aja Om Vicky, sekarang Om yang ngurus Dito, makanya Dito jangan nakal. Jadi anak baik, supaya mama seneng."
Dito memandang Vicky dengan mata besarnya, anak ini memang ganteng sekali, tidak perlu diragukan lagi hasil dari wanita secantik Lolita, "Beneran, om, mama bisa seneng kalo Dito jadi anak baik?" tanyanya polos.
Vicky mengangguk, "Bukan cuma seneng doang, yang pasti mama bakal lebih sayang sama Dito." katanya menambahkan.
Mata Dito yang indah berbinar binar, sepertinya dia sayang sekali dengan sang nyonya.
"Bertahan, Vick... Bertahan...." keluh Vicky sewaktu dia sedang menunggu Ditto sekolah dan dikerubungi oleh 'hot moms' yang juga sedang menunggu anaknya.
"Aih, Mbak Lolita ternyata punya nanny yang cute banget begini, Vicky yayasannya dimana? Mau dong saya juga yang kayak Vicky." hot mom pertama menggoda Vicky yang mukanya sudah risih hanya bisa memasang cengiran super garing.
Untung saja waktu berlalu dan bel pertanda pintu neraka dibuka telah berbunyi. Dengan sigap Vicky mencari Ditto dan pergi dari sekolah.
"Om, Dito laper." kata Dito sesampainya dirumah.
Vicky menaruh tas diruang keluarga, "Dito mau makan apa?"
"Dito mau makan steaaaaak!" ujar anak itu gembira. Vicky memutar otaknya, bagaimana bisa dia mendapatkan steak untuk makan anak ini. Sebenarnya Vicky dititipi uang harian untuk jajan Dito, tapi dia berpikir lebih baik masakan rumah daripada harus beli.
Dilihatnya dikulkas, hanya ada daging giling dan makanan beku lainnya. "Nyari apa, Den?" tanya Mbok Susi, kepala asisten rumah tangga disitu.
"Gak ada daging sapi ya, Mbok?"
Mbok Susi tertawa, "Yang tinggal disini itu cuma bertiga, Den. Saya, Den Dito sama Nyonya Loli. Gak akan nyetok makanan banyak banyak. Wong Nyonya juga jarang dirumah. Den Dito juga paling beli makanan maunya."
Vicky mulai meracik daging giling yang tersedia. "Loh kok cuma bertiga? Tuan tinggal dimana??" tanya Vicky bermaksud menanyakan keberadaan suami dari Lolita.
"Tuan sama Nyonya udah lama cerai." Vicky mengangguk angguk. Dalam hatinya, pasti mantan suaminya tidak bisa mengimbangi aura Lolita yang terlalu kuat.
"Ditoooo... ayo makan." Ujar Vicky memanggil Dito yang sedang asik menonton tv. Kasian sekali anak ini kesepian, Semenjak pagi Vicky tidak melihat Lolita ada dirumah, sepertinya Lolita tidak pulang dari kemarin.
"Enak, om...." Ujar Dito kegirangan. Vicky hanya tersenyum sambil mengelus rambutnya.
***
Vicky terbangun dari tidurnya, "Ah maaf, Bu. Saya ketiduran." Ujarnya sambil membereskan selimut yang dipakai Dito. Dia tertidur ketika membacakan cerita sebelum tidur. Jam sudah menunjukan pukul 9 malam.
"Saya pulang dulu, Bu." Ujar Vicky beranjak pergi dari kamar Dito.
"Sebentar ada yang saya mau bicarakan, keruangan kerja saya."
Lolita duduk dengan anggun masih menggunakan pakaian kerjanya, sepertinya dia pun baru saja pulang, "Gimana hari kamu sama Dito?"
"Ehm..." Vicky tak tau menjawab apa, sebenarnya dia tidak benci pekerjaan ini, hanya ini bukan zonanya. "Apa saya harus jadi pengurusnya Dito terus, bu?" Vicky memberanikan diri bertanya.
"Enggak, kamu bisa kembali kerestoran kalau kamu mau. Saya berikan kebebasan kamu mau bekerja disini atau direstoran. Tapi sejujurnya saya butuh yang bisa jaga Dito."
Vicky memutar otak, tapi kepalanya terlalu pusing sehabis bangun tidur tadi. "Saya pikirin lagi deh, bu, baiknya gimana."
Lolita berdiri, memberikan amplop coklat. "Okay, ini bayaran kamu untuk hari ini. Sekali lagi terima kasih udah jaga Dito. Besok apapun keputusan kamu datang aja kemana kamu mau."
Vicky mengangguk kemudian pergi meninggalkan ruangan itu. Dia mengambil jaket dan tasnya yang ia taruh di dekat kamar Mbok Susi,
"Waduh gila!" Pekiknya ketika melihat banyaknya uang diamplop yang diberikan tadi. Ini sih bayaran gue satu bulan setengah, pikirnya. Dia pun hendak kembali ke ruang kerja sang nyonya untuk memastikan.
"Maaf, Bu." Katanya sambil membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu.
Lolita tampak bersimpuh sedang menangis terisak dengan rokok jatuh yang masih menyala didekat kakinya. Sungguh pemandangan yang menyedihkan untuk dilihat. Vicky mematung,
Lolita buru buru bangkit lalu membelakangi Vicky, "Kenapa lagi?" katanya dengan suara yang masih bergetar.
Vicky salah tingkah, "Ng... ini bu, gak salah? banyak banget."
"Enggak. masih mau tanya apalagi?" katanya sudah kembali ke Lolita sang nyonya,
"Saya mau kerja jadi pengasuh Dito aja, bu."
Lolita berbalik, masih dengan mata yang merah, bibir yang merekah, mungkin karena menangis. Jujur, dia jadi lebih cantik. "Kalau gitu mulai besok kamu datang jam 6, jangan lupa bawa jadwal kuliah kamu, jadi saya bisa cocokan jadwalnya dengan jadwal les Dito. Gaji kamu saya kali dua. Semoga kamu betah."
Vicky mengangguk, "Kalau gitu, saya permisi pulang dulu, Bu." Lolita mengangguk kemudian berbalik lagi menghadap jendela ruang kerjanya yang menghadap ke taman.
0 Komentar