Save (2)






Mobil berplat nomor B 2727 SM berhenti didepan sebuah hotel. "Yaudah ya, makasih udah dianter." Miura turun dari mobil.
Dari dalam Shiva melongok, "pulangnya mau dijemput gak?" Miura menggeleng, dia tak mau merepotkan sahabatnya ini. Lalu mobil itu pun pergi meninggalkan Miura sendiri.

Miura memasuki hotel, berjalan anggun disambut oleh para pegawai dengan ramah. Kemudian dia menaiki lift yang akan membawanya ke lantai 7. Didalam lift berulang kali Miura menarik napasnya, walaupun bukan pertama kali tetap saja dia grogi.
"Halo, om" kata Miura dengan senyum semanis mungkin. Didepannya sudah berdiri pria setengah abad mempersilakan masuk. Dadanya yang bidang mengintip dari balik kimono handuk yang dia pakai. Postur tubuhnya masih tegap dan gagah untuk pria seumurannya. Jambang halus menghiasi wajahnya menambah kesan cool.

***

Sepertinya malam ini akan menjadi malam panjang bagi Shiva. Mencari kegiatan dengan teman temannya hingga menjelang pagi lalu tidur sebentar dimobil sambil menunggu Miura keluar dari hotel.
"Heh, bangun!!!" Miura menggedor pintu mobil Shiva yang parkir didepan hotel. Ini memang reaksinya seperti biasa. Miura mulai mengomel tanpa henti sambil masuk kedalam mobil. Masih omelan yang sama, masih dengan suara yang sama. "Kenapa malah senyum senyum? Kamu kalo aku bilangin denger ga sih?"
Shiva kembali memokuskan dirinya. "Iya dengeeeer tuan putri."
"Denger denger aja, besok juga kalo......" Miura masih terus mengomel, Shiva tersenyum dan menyetir mobilnya.

***

"Hey, belum pulang?" Christine menyapa Shiva yang sedang melamun diruangan kerjanya menghadap pemandangan diluar gedung.
"Bentar lagi mungkin. Kamu sendiri kenapa belum pulang?" Shiva menaruh gelas yang daritadi dia pegang.
Christine duduk didepan meja, menyilangkan kakinya, "Habis kamu belum pulang." katanya sambil tersenyum.

Shiva membenarkan letak jasnya yang agak mengangkat keatas. Hari ini dia cantik sekaligus cool mengenakan setelan jas dan celana warna biru telur asin pas badan dipadu dengan high heels hitam. Rambut panjangnya dibiarkan terurai. "Ya ga usah nunggu aku lah kalo mau pulang. Lagian aku masih ada urusan, mau ketemu klien."
Christine membuka agendanya, "kayaknya kamu ga ada janji sama client untuk malam ini." Christine menilik lagi jadwal yang sudah dia arrange dengan baik. Maklum, dia adalah sekretaris pribadi Shiva.
"Bukan urusan kantor. I have some other bussiness."
Christine pun mengangguk pelan tanda mengerti banyaknya bisnis yang perlu dihandle olehnya. "Oke deh, aku pulang dulu." katanya sambil beranjak pergi,
Shiva mengiringi kepergian Christine dengan lambaian dan senyuman,
"Jangan lupa besok kamu ada meeting pagi pagi!" katanya lagi mencoba mengingatkan atasannya yang agak slebor ini. Shiva pun mengacungkan jempolnya.

Shiva mulai beres beres untuk segera ke kost an Miura. Langkahnya berirama sambil diiringi siulan. Derap langkahnya menjadi semakin berwarna akibat suara yang ditimbulkan dari hak sepatunya.
"Shiv..." panggil seseorang di pintu masuk.
Shiva berhenti bersiul dan menengok ke sumber suara. Miura berdiri lemas menyender ke dinding sambil tersenyum.
"Miu? Abis dari mana? Aku baru mau kekostan." Miura tak menjawab, matanya terpejam. Ada sesuatu yang tak beres dan Shiva tau itu.
"Coba jelasin" kata Shiva tanpa menengok sedikitpun kearah Miura. Dia sudah cukup terkejut dengan lebam di tangan dan yang melingkari leher Miura. Miura merebahkan tubuhnya di kursi depan mobil kesayangan Shiva yang diberi nama Unang.
Entahlah mungkin karena warnanya yang kuning ngejreng. Kuning. Uning. Unang.
"Biasa, pasien nakal. Dia suka BDSM." jawabnya enteng.
Gemeretak gigi Shiva menahan kesal hampir terdengar. Tanpa bicara lagi dia langsung pergi dari parkiran.

Shiva duduk dibawah tempat tidur, diruangan yang besar dan sunyi ini Miura tampak tenang dalam tidurnya. Perlahan air mata Shiva jatuh dalam diam. Hatinya begitu perih. Hatinya ingin berontak. Orang yang dia sayang dan hargai seharga kepalanya sendiri kini terbaring lemah tak berdaya diinjak harga dirinya oleh orang lain.

***

Unang berdecit ketika sampai di rumah, lalu keluarlah Shiva dari dalamnya. Masih dengan kecantikannya yang sama dan masih dengan aura cool yang terpancar. Tubuhnya lunglai memasuki rumah, kerjaan hari ini membuatnya muak. Pertemuan demi pertemuan yang berjalan alot, penjualan yang grafiknya tergopoh gopoh untuk naik dan muka muka palsu disekitarnya.
Rumah besar itu tampak sepi, namun keasriannya masih terjaga. Lantai yang mengilap memantulkan suara indah yang ditimbulkan dari derap langkah sang pengguna high heels.
Tiba dipintu yang besar, Shiva tak langsung membukanya. Terlihat dia termenung sejenak. Bunyi besi yang beradu memekakan telinga waktu Shiva membuka pintu besar tadi. Dengan tenang Shiva meneruskan langkahnya. Bunyi besi semakin kencang. Didalam ruangan yang remang, Shiva mengganti setelan baju kerjanya. Melepaskan satu persatu sementara bunyi besi beradu belum hilang.
Kini Shiva sudah berganti dengan pakaian yang lebih santai, kaos dan celana pendek. Dia menyingkap rambut lurus coklatnya kebelakang, menahannya dengan bandana dan mulai membersihkan wajahnya dari riasan yang melekat. Sapuan halus kapas membersihkan wajahnya tak membuat wajahnya kehilangan kecantikannya. Kini wajahnya semakin cantik dengan natural.

Kini dia berjalan kearah tempat tidur, mulai menaiki dan berangsut ke pojok. "Miuraaa, aku pulang..." katanya berbisik. Miura dengan becucuran air mata mulai menebak nebak sumber suara Shiva. Suara yang dirindukan yang meninggalkannya sendirian sejak tadi pagi. "Kamu udah makan belum?" Shiva bertanya sambil mengelus rambut hitam Miura yang panjang. Miura tak menjawab, air matanya masih bercucuran. "Kenapa? Ini aku, Shiva. Kamu gak percaya?" Shiva berusaha meyakinkan Miura.

Perlahan tangan Shiva bergerak ke belakang kepala Miura dan melepaskan kain hitam yang membelenggu mata Miura sejak tadi. Mata Miura yang sembab kini terlihat jelas. Mata sayu itu menatap nanar.
"Kamu cantik banget..." Shiva mengagumi kecantikan Miura, mencoba menyentuh kulitnya. Rambutnya yang hitam tampak kontras dengan kulitnya yang putih. Menambah kesan anggun. Miura masih dengan air matanya, tak bersuara. Dia menunduk. Mengarahkan kepalanya ke pangkuan Shiva. Tapi besi itu masih menahan posisinya.
"Mau manja manjaan?" tanya Shiva. Dia mengelus rambut Miura. Shiva memegang kedua pipi Miura, "I love you. Kamu aman disini. Jangan nangis." katanya dengan mata berkaca kaca. Perlahan Shiva melepaskan kain hitam yang membelenggu mulut Miura, "I love you too." kata Miura lemah diruangan yang sunyi dan besar itu.

-end-
Previous
Next Post »
0 Komentar