"Miuuuuraaaaa...." panggil Shiva. Daritadi Shiva mengetuk pintu kost temannya tapi tak ada jawaban. "Ini pasti lagi molor, nih" gerutunya.
"Miuraaaaa, serius kalo kamu ga buka ni pintu, aku bakar kamarnya!"
Miura membuka pintunya. Munculah sesosok perempuan yang sebenarnya cantik dengan rambut lurus panjang berantakan, hidung yang mancung menambah sempurna wajahnya tapi lingkar mata yang menghitam seolah memudarkan kecantikannya.
"Pagi, tuan putri." sambut Shiva dengan senyumnya yang lebar. Shiva masuk kedalam kamar kost yang cukup besar ini. Keadaan yang hampir menyerupai kapal pecah dan bau rokok yang tersebar membuat Shiva mengurungkan diri untuk masuk. Dia lebih memilih untuk membuka jendela dan gorden terlebih dahulu.
"Jangan tidur lagi!" Shiva mengomel melihat Miura kembali selonjoran di tempat tidur.
"Shiv, bawa apaan?" Miura membakar rokoknya setelah niat tidurnya dilarang.
Shiva mulai memberesi kamar Miura, "Gak bawa apa apa, habis di sms sama teleponin gak ada respon."
"Beli yuk, kamu udah sarapan belom?" tanya Miura. Shiva menggeleng masih sambil membereskan barang barang yang berserakan.
Miura beranjak dari tempat tidurnya, mencuci muka dan menghadap cermin. Shiva datang menghampirinya, mencoba menolong menyisir rambut yang panjang milik Miura. "Rambut kamu indah banget." kata Shiva sambil menyisirnya.
Miura terdiam.
"Mau makan apa?" tanya Shiva lagi, kini Miura menggeleng. "Yaudah kamu diem aja disini, aku yang ke sevel beli makanan sama cemilan." Miura mau membuka mulutnya memaparkan ketidaksetujuannya dengan rencana Shiva, tapi dengan cepat dipotong, "Udah, tuan putri emang udah takdirnya dilayanin."
Shiva pergi meninggalkan Miura yang terduduk didepan tv dengan acara musik yang menyebalkan. Miura dan shiva sudah berteman sejak kecil. Miura teringat waktu dia baru pindah di rumah kontrakan barunya, setelah dia diusir dari rumah kontrakan yang lama, dia jalan jalan di perumahan mewah didekat situ. Disitulah dia pertama melihat Shiva, anak perempuan yang cantik sedang diledek oleh teman temannya.
"Sini kalo berani." katanya, sambil memegang batu besar ditangannya. Siap untuk dilempar. Tanpa peduli anak anak lelaki terus meledeknya. Miura tidak berani ikut campur, dia hanya mengintip dari jauh.
Berani juga anak itu, pikirnya.
Dengan sekejap Shiva berhasil mengusir anak anak nakal tersebut. Perlahan, Miura muncul dari tempatnya mengintip. Melihat Shiva yang tangannya kotor Miura tanpa bicara membantu membersihkan. "Ahahaha, aku kayak ksatria yang abis ngusir penjahat." katanya sambil tertawa lebar memperlihatkan gigi nya yang kecil kecil. "Dan kamu tuan putrinya" lanjutnya lagi.
Mulai sejak itu mereka berdua bersahabat. Status sosial yang beda jauh tidak menjadi penghalang Shiva dan Miura berteman. Shiva dan orang tuanya sangatlah baik terhadap Miura dan keluarganya. Bukan cuma sekedar basa basi, keuangan keluarga Miura juga dibantu oleh mereka, sehingga Miura dapat menikmati hidup yang lebih baik.
"Tuan putriiii... Nih aku bawain pasta, sosis dan entah apalah ini namanya sama cemilan cemilan." Shiva duduk disamping Miura. "Adudududuh, kenapa ih aku dijewer? Sakit sakit..." Shiva menjerit.
"Kenapa kamu gak kerja?" pertanyaan dari Miura membuat Shiva gelagapan. "Males lagi? Nanti papa sedih kalo kamu begini terus." Shiva terdiam, sakitnya jeweran Miura tibatiba tak terasa.
"Aku cuma lagi jenuh sama kerjaan, jangan ngomong gitu ah. Nanti papa ga tenang disana." katanya.
Orang tua Shiva dan orang tua Miura mengalami kecelakaan 10 tahun yang lalu. Semuanya begitu mendadak. Ketika mereka ada bisnis di luar kota, mobil yang mereka tumpangi tertabrak dan jatuh. Dan mereka berdua seketika menjadi yatim piatu. Shiva yang diwarisi perusahaan milik papanya bekerja keras untuk dapat meneruskannya, sedangkan Miura tidak tertarik menjadi karyawan di perusahaan itu. Sejuta kali Shiva memohon agar Miura mau menjadi sekretaris pribadinya, tapi Miura tetap bersikeras kalau dia bisa menghidupi dirinya dengan caranya sendiri.
"Ya makanya dong, kamu jangan begini. Masa kerja aja nungguin mood. Harusnya semua kamu kerjain pake tanggung jawab." kini jeweran telah berubah jadi belaian di rambut.
Shiva menghadap Miura sambil memonyong-monyongkan bibirnya, "aku mau kerja kalo kamu cium aku. Mmm..." katanya.
Miura menangkap bibirnya dengan tangan dan menariknya agak keras membuat Shiva berteriak memohon ampun.
Handphone Miura berdering, "halo? Oh iya, om. Kenapa? ... Bisa bisaaa.. Iya, yaudah aku tunggu. Ok bye.."
"Kenapa sih kamu gak mau kerja sama aku?" tanyanya.
Miura bosan mendengar pertanyaan yang sama berulang kali. Dan yang paling membuat dia bosan adalah harus berulang kali bertengkar dengan Shiva. "Ini bukan dongeng, Va. Kamu bukan ksatria dalam misi menyelamatkan sang putri. Ini jalan hidup yang aku pilih sendiri."
0 Komentar